Untuk perempuan dengan tiga helai ilalang
digenggaman,
Siang itu kamu
menghampiriku. Ups, maaf, sebetulnya
kamu menghampiri orang lain, bukan aku. Aku saja yang memaknainya lebih.
Kemudian, kamu
perkenalkan namamu kepada kami, lantas tanpa ba-bi-bu, aku menjawab: “Pantas
saja, kedatanganmu buat hatiku bercahaya.”
Entah itu
gombalan, atau pujian, yang jelas semuanya tak menyangka aku mengatakan hal
itu, bahkan kamu juga.
Lalu, kita
memisahkan diri dan mulai bercerita tentang banyak hal berdua, dan aku
menyukainya. Pembicaraan kita selalu menarik buatku. Termasuk bros biru yang
menempel di bahumu. Termasuk bagaimana caramu menatapku. Ah, entah kenapa aku mudah sekali tertarik padamu?
Sore hari, aku
lihat matamu sayu. Ada apa?
Aku lihat kamu kecewa
dengan hasil yang kamu dapat. Tenanglah, aku juga sama. Aku pun kecewa dengan
hasil yang kuterima, terlebih lagi tak bisa membuatmu tersenyum di penghujung
senja kita. Iya, sebab senyummu
adalah candu, kau tahu itu?
***
Hari mulai redup,
dan memaksa kita berpisah.
Meski aku tak ingin.
Malam berjalan,
beriringan perasaan rindu untukmu yang sedang dalam perjalanan, terus menyeruak
tanpa bisa kukatakan. Hingga percakapan terus terutarakan.
Apakah ada yang kuharapkan?
***
Genggamlah tiga
helai ilalang, dan jangan biarkan ia menghilang
Lihatlah bunga
mulai bersemi, mekar bersama harapku di sini
Apa lagi yang
dapat kunantikan?
Selain kembalinya kau di hadapan.