Pengorbanan

20.22.00

Bulan Mei sudah memasuki tanggal-tanggal akhir. Tinggal lima hari lagi 23 Mei datang. Tanggal dimana Tasya, kekasih Rendi berulang tahun. Mereka sudah tiga tahun belakangan ini merajut kasih. Mereka memutuskan untuk mengikat tali kasih tepat pada saat perpisahan ketika mereka SMA. Sebuah momentum yang sangat berharga bagi semua orang yang akan melepaskan kostum kebanggannya untuk menyambut masa yang baru. Tanpa seragam putih abu-abu.
            Kisah itu dimulai ketika Rendi dan bandnya diminta untuk mengisi acara hiburan pada perpisahan sekolahnya. Seperti sudah sangat terencana, ketika hendak melantunkan lagu sambil menunggu teman-temannya melakukan sound check, Rendi langsung mengambil sebuah mic di depannya dan berkata:
            “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh! Apa kabar semuanya?”
            “Baaiiiikkkkk…!” teriak para penonton antusias.
            “Oke, sambil menunggu yang sound check! Saya ingin berbicara kepada kalian! Boleh?”
            “Boleh gak ya…?” ledek para penonton. Tak jarang dari mereka yang tertawa kecil.
            Teman-teman bandnya sudah mulai selesai dengan persiapan-persiapannya. Mereka langsung memberi isyarat kepada Rendi.
            “Oh oke, sudah siap? Tapi sebelumnya, saya ingin mempersembahkan lagu ini buat seseorang. Seseorang yang sangat berarti buat saya. Seseorang yang sudah menjadi sebuah lukisan dalam kanvas hati saya. Dan seseorang yang selalu menjadi lagu rindu di hati saya!”
            Semua penonton seketika riuh. Mereka langsung bertepuk tangan. Teman-teman kelas Rendi dan bandnya bahkan berbaris dengan rapih di depan panggung. Rendi dan bandnnya langsung mengambil ancang-ancang melantunkan lagu dari Kerispatih yang berjudul Lagu Rindu.
“Tahukah engkau wahai langit
Aku ingin bertemu membelai wajahnya
Kan ku pasang hiasan angkasa yang terindah
Hanya untuk dirinya
Lagu rindu ini kuciptakan
Hanya untuk bidadari hatiku tercinta
Walau hanya nada sederhana
Ijinkan ku ungkap segenap rasa dan kerinduan”
Setelah selesai melantunkan lagu itu, Rendi pun kembali melakukan hal yang tidak terduga. Ia kembali berbicara kepada para penonton.
            “Ya, mohon maaf saya mengganggu waktu kalian lagi! Disini saya sebagai pribadi, ingin mengutarakan isi hati saya! Tapi sebelumnya, saya ingin meminta salah seorang dari kalian untuk maju kepan! Tasya, dimohon untuk kedepan!”
            Semua mata penonton langsung tertuju kepada Tasya yang dari tadi duduk dengan manis. Ia langsung bertanya-tanya heran. Terlihat ada sedikit penolakan dari Tasya. Namun, karena diminta terus menerus oleh Rendi dan terutama para teman-temannya yang terus menarik tangan Tasya menuju panggung, ia pun tidak bisa berbuat apa-apa.
            Sesampainya ia di atas panggung, Tasya pun langsung gugup bukan kepalang. Semua mata penonton memburu penuh ia dan Rendi. Disaat kegugupannya mencapai puncak, tiba-tiba Rendi langsung menjatuhkan tubuhnya. Ia bersimpuh sambil memegang tangan Tasya. Layaknya seorang pangeran dan putri dalam dongeng.
            “Tasya, hari ini! Di tempat ini! Dan semua yang ada disini adalah saksi! Aku gak mau berbelit-belit. Aku sayang sama kamu!”
            Semua penonton terdiam. Apalagi Tasya, ia terkaget-kaget bukan main. Yang biasa ia lakukan hanya menelan ludahnya.
            “Kamu…mau kan jadi pacar aku?” kata Rendi mencium tangan Tasya.
            Seketika semua yang berada di aula berteriak dengan kompak. Meminta Tasya menerima cinta dari Rendi dan mau menjadi kekasih Rendi. Namun, seperti sedang menghadapi seorang dosen killer yang siap mencekik mahasiswanya karena nilai yang didapatnya tidak pernah bagus. Diam, dan gugup bukan kepalang. Sesekali Tasya melirik ke arah para penonton.
            Cukup lama ia terdiam, akhirnya ada sebuah gerakan yang ia lakukan. Ia melepaskan pegangan tangan Rendi. Rendi pun mulai bangkit. Ternyata Tasya berjalan untuk mengambil sebuah mic. Semua penonton semakin riuh dengan teriakan-teriakan histerisnya.
            “Hm…yaudah kita coba aja!” kata Tasya sedikit mengangguk. Ia tersipu malu. Terbesit sedikit senyuman terlontar dari bibir Tasya.
            Rendi senang bukan kepalang, ia tersenyum tak percaya. Semua penonton bahkan semakin histeris. Bahkan banyak siulan terdengar dari sana-sini. Suasana berubah. Semua menjadi sangat gembira. Hampir semua yang berada di tempat itu tidak menduga dan tidak percaya akan hal yang ia lihat detik itu. Ternyata momentum perpisahan waktu itu justru menjadi sebuah awal dari kisah kehidupan dua anak manusia.
            ***
            Waktu semakin cepat berlalu, masa dimana pelepasan seragam sekolah sudah dilewati oleh Rendi dan Tasya. Kini mereka berdua menyambut pengumuman SNMPTN. Setelah sebelumnya mereka berdua selalu melewati hari-hari mereka berdua untuk belajar bersama materi-materi SNMPTN yang selalu menjadi momok besar para pengharap bersekolah tinggi. Bahkan mereka pun melewati tes SNMPTN di tempat yang berbeda. Namun, itu tidak menjadi penghalang mereka berdua. Setelah menyelesaikan tes SNMPTN pada hari pertama, Rendi langsung meluncur ke tempat tes Tasya dengan motornya. Dan ia pun dengan senang hati mengantarkan Tasya pulang sampai ke rumah. Begitu pula di hari kedua.
            Detik-detik pengumuman semakin membuat Rendi dan Tasya, bahkan semua orang yang menginginkan masuk universitas negeri deg-degan. Sebenarnya, Rendi dan Tasya sendiri memilih satu pilihan universitas yang sama dan satu lagi berbeda. Itu membuat mereka berdua takut kalau Tuhan menakdirkan mereka berdua untuk tidak melewati masa kuliah bersama.
            Tibalah waktu pengumuman SNMPTN. Beberapa orang bersorak. Namun, tidak banyak juga yang menangis kecewa. Lalu bagaimana dengan Rendi? Sungguh nikmat yang sangat tidak bisa dibayangkan. Ternyata Rendi diterima masuk universitas negeri di Jakarta. Bahkan ia masuk kedalam fakultas yang bisa dibilang sulit untuk masuk. Namun, nasib lain terjadi pada Tasya. Ia menerima hal yang sangat bertolak-belakang. Ia belum beruntung. Dan ketakutan mereka pun akhirnya terjadi. Tasya masih harus melewati tes lagi untuk masuk universitas negeri. Dan sudah dipastikan mereka berdua akan melewati empat tahun kuliahnya tanpa dilalui bersama.
Rendi pun bergegas menelpon Tasya.
            “Aku diterima!” kata Rendi antusias. Ia senang bukan main.
            “Selamat ya! Kamu memang pinter, wajar kamu diterima!” kata Tasya sedikit lesu.
            “Kamu sendiri gimana?”
          “Hah? Tuhan masih minta aku buat tes lagi. Aku gagal, Ren! Kayaknya aku mending di swasta aja!” kata Tasya pesimis.
            “Udah, coba dulu semua tes masuk universitas negeri yang tersisa! Kamu pasti bisa kok!” kata Rendi mencoba menghibur.
            “Iya, makasih!”
          “Semangat yah!” kata Rendi. Ia tak henti-hentinya mencoba membangkitkan semangat Tasya.
            “Iya! Semoga kita bisa sering ketemu ya!” kata Tasya memaksa tersenyum. Ia berpura-pura tegar. Namun, hatinya sangat jelas tersayat.
            “Kok, kamu ngomong gitu?”
          “Empat tahun bukan waktu yang pendek, Ren! Dan kita akan berpisah selama itu! Berpisah!” kata Tasya mulai menangis.
            “Tasya, kan kita masih bisa ketemu kalau libur! Kamu urusin biar kamu masuk universitas negeri dulu ya! Jangan sedih gitu!”
          “Iya, Ren! Semoga aja kita masih bisa ketemu.” kata Tasya. Air matanya terus terjatuh tanpa bisa dibendung.
            “Udah ah, sekarang kamu fokus di Seleksi Mandiri aja! Semangat ya!”
          ***
Alhamdulillah, Tasya ternyata mampu masuk perguruan tinggi negeri di Bandung. Lewat ujian mandiri, Tasya memutuskan untuk mengambil sebuah jurusan yang tidak terlalu menarik minat orang sehingga peluangnya masuk universitas negeri terbuka lebar. Karena keadaan itu, Rendi dan Tasya akhirnya harus mencoba menikmati dan mulai bersabar menjalani jalinan cinta jarak jauh. Dan untungnya, mereka berdua memiliki rasa cinta yang sangat luar biasa sehingga jarak tidak mengganggu kisah cinta mereka. Sesekali Rendi mengunjungi Tasya di Bandung, walau hanya dengan bus.
Belakangan ini, Rendi sedang dalam masa-masa yang sangat sibuk. Ia terus terlibat dalam beberapa kegiatan di kampusnya. Begitu juga dengan Tasya. Lama kelamaan komunikasi mereka mulai jarang, sehingga sekalinya mereka berkomunikasi yang ada hanya cekcok. Bahkan kejadian itu tidak hanya terjadi sekali, namun beberapa kali.
Berhubung sebentar lagi Tasya akan berulang tahun, sebagai pacar, Rendi mulai bersiap-siap membuat sebuah kejutan kecil untuk Tasya. Dia juga sudah berkoordinasi dengan salah seorang teman Tasya di kampus agar Rendi bisa memberikan kejutan dengan lancar.

Hari ulang tahun tasya pun tiba…
Rendi sudah menyiapkan sebuah kue ulang tahun yang cukup besar. Tak lupa juga sebuah kado spesial yang Rendi anggap akan menjadi hal yang sangat berarti untuk Tasya. Sudah sebulan ini Rendi sibuk memahat sebuah kayu yang ternyata hasilnya menjadi sebuah kayu berbentuk hati dan bertuliskan huruf R dan T. Ya meskipun dia bukan anak seni rupa, namun niatnya untuk menyenangkan hati Tasya mampu menuntun tangannya untuk menyelesaikan pahatan itu.
Setelah merasa semuanya sudah siap, Rendi pun mulai menuju terminal dan menaiki bus tujuan bandung. Setelah menunggu sekitar 4 jam akhirnya Rendi pun tiba di Bandung. Ia sudah dekat dengan kampus Tasya. Ia pun mengsms temannya Tasya. Ternyata Tasya sedang makan di kantin. Dengan antusias Rendi mulai menaiki angkot menuju kampus Tasya.
Sesampainya di seberang kampus Tasya. Rendi mulai merasa gugup. Hatinya berdegup tidak menentu. Ini awal kalinya ia memberikan sebuah kejutan seperti ini kepada wanita. Saking antusiasnya, Rendi mulai berjalan menyebrangi jalanan kota Bandung yang terkenal sangat macet itu dengan sebuah senyuman disana-sini.
“Awas…!” tiba-tiba terdengar teriakan seorang laki-laki di sebuah warung.
Seketika saja Rendi yang berada di tengah-tengah jalan terdiam tidak mengerti dengan maksud dari suara itu. Berselang tidak cukup lama, ia mendengar sebuah klakson mobil keras menusuk telinganya. Sepersekian detik saja ia langsung tertabrak sebuah mobil pribadi. Brak! Ia langsung tergeletak di tengah jalan di depan mobil itu. Kepalanya mengeluarkan darah yang cukup banyak. Tanganya lecet. Bahkan beberapa bagian di celananya juga sobek terkoyak. Semua orang langsung berkerumun. Riuh. Berteriak memaki sang sopir mobil itu. Namun, hal yang tak terduga justru terjadi. Rendi tiba-tiba berniat bangun. Sontak saja semua orang langsung membantunya bangkit.
“Masih hidup! Masih hidup euy! Masih hidup!”
“Bawa ke rumah sakit!”
Teriakan-teriakan itu terus mengganggu telinga Rendi. Dengan rasa sakit yang ia rasakan di sekujur tubuhnya dan kaki kananya yang juga sangat sulit di gerakan, Rendi mencoba berjalan menuju kue ulang tahun yang hendak ia berikan kepada Tasya. Kue itu sudah hancur. Bergeletakan di jalan. Semua orang langsung terdiam tidak percaya dengan hal yang Rendi lakukan.
Ternyata hati dan niat Rendi untuk memberikan kejutan untuk hari ulang tahun Tasya menguatkan dirinya. Ia kemudian mengambil kue yang hancur itu. Dengan darah yang terus mengalir di tubuhnya, perlahan ia berjalan menuju kampus Tasya. Ia menghiraukan ajakan orang-orang yang memintanya untuk ke rumah sakit.
“Heh tong! Mau kemana? Ke rumah sakit ayo!!”
“Gak usah pak! Saya eng-gak apa-apa!” ucap Rendi ringkih.
Walau terlihat sangat sulit, namun kakinya terus mengayun menuju kantin tempat dimana Tasya berada. Plastik berisi kue ulang tahun Tasya juga masih ia genggam. Perkataan orang-orang di kampus Tasya yang melihat keadaan Rendi yang sangat mengkhawatirkan itu tidak membuat Rendi goyah. Ia terus berjalan menuju kantin. Sesekali ia goyah. Terjatuh. Namun ia tetap mencoba untuk bangkit. Semuanya itu demi Tasya. Ia terus meyakinkan hatinya untuk terus kuat.
Setelah setengah jam berjalan dengan ringkih Rendi pun mulai mendekati kantin fakultas Tasya. Karena penampilannya yang penuh darah, beberapa orang yang melihatnya langsung berteriak heboh. Bahkan sampai kantin fakultas Tasya pun menjadi gaduh.
“Eh di depan ada orang aneh! Badannya darah semua! Jalannya juga pincang! Serem deh!”
Sontak saja semua orang yang berada di kantin itu langsung berbondong-bondong melihat orang yang penuh darah dan kaki pincang itu. Termasuk Tasya. Sesampainya mereka di depan kantin. Semuanya melihat dengan raut wajah ngeri. Bahkan ada juga yang merasa jijik.
Sementara itu, Tasya yang berada di belakang tidak melihat dengan jelas wajah orang itu. Ia pun mencoba menyelip diantara ratusan orang. Menyerobot demi melihat siapakah orang itu.
“Eh misi dong! Misi!” kata Tasya menyerobot posisi paling depan.
Tiba-tiba air minum di genggamannya terjatuh. Ia kaget bukan kepalang. Wajah orang itu ia kenal dengan jelas.
“Rendi?” kata Tasya tidak percaya.
Air mata Tasya mengalir dengan deras. Ia langsung berlari menuju Rendi. Rendi sendiri yang sadar Tasya berlari menujunya langsung tersenyum. Namun sayang, tubuhnya sudah mulai lemah. Tetapi dia tetap mencoba untuk bangkit. Dibantu oleh Tasya, Rendi mulai kembali berdiri.
“Rendi, kamu kenapa?” kata Tasya menangis deras.
“Aku gak apa-apa kok! Selamat ulang tahun ya! Maaf kuenya rusak, tadi jatoh.” kata Rendi tersenyum. Ia menunjukan sebuah kue yang rusak.
“Rendi! Kamu kenapa? Kenapa bisa berdarah gini?” kata Tasya. Air matanya semakin deras mengalir. Tangannya masih menopang tubuh Rendi.
“Cuma sedikit kecelakaan aja kok tadi di depan! Tapi gak apa-apa kok tenang aja! Oh iya ini ada sesuatu buat kamu!” kata Rendi menunjukan pahatan kayu berbentuk hati dengan huruf R dan T yang terpajang dengan jelas.
Tasya pun langsung menggenggam erat hadiah itu.
“Apa kecelakaan? Yaudah ikut aku ke klinik sekarang!” kata Tasya khawatir.
“Gak usah!” jawab Rendi mencoba tersenyum. Namun, terlihat dengan jelas ia menahan rasa sakit yang sangat.
“Jangan gitu! Ini parah banget…!” kata Tasya khawatir.
“Tasya, aku sayang sama kamu!” kata Rendi terbata. Setelah kata itu terucap, tiba-tiba tubuhnya ambruk. Ia terjatuh terkulai tak berdaya. Tak sadarkan diri. Tasya yang dari tadi mencoba menopang tubuh Rendi pun tidak mampu menahan. Sepertinya tubuh Rendi sudah mencapai batasnya.
“Rendi! Rendi! Sadar Rendi!” kata Tasya panik. Ia mulai kelabakan. Air matanya semakin deras terjatuh. Sementara itu, semua orang di depan kantin itu hanya terdiam.
“Eh bantuin dong!” teriak Tasya. Ia mencoba membangkitkan tubuh Rendi.
Beberapa orang pun mulai berlari membantu Tasya. Mereka pun mulai membawa Rendi ke sebuah klinik. Tasya sendiri merasa sangat terharu dengan apa yang dilakukan Rendi. Butiran air matanya tak henti-hentinya berjatuhan. Pertikaian kata yang sering terjadi antara ia dan Rendi ternyata tidak pernah membunuh rasa cinta mereka. Nyatanya Rendi dengan suka rela jauh-jauh dari Jakarta ke Bandung hanya untuk memberikan kue ulang tahun dan sebuah pahatan yang ia buat sendiri sebulan penuh. Bahkan dengan luka yang parah akibat tertabrak tadi pun tidak menggoyahkan niat Rendi untuk menemui kekasihnya itu.

You Might Also Like

0 komentar