Kepada jiwa yang
dipaksa kehilangan manisnya rasa cinta
Bersabarlah!
Karena suatu
hari,
Saat masa lalu
telah kau lepaskan, dan hatimu dipenuhi keikhlasan
Yang pergi hanya
akan kau beri senyuman
Tanpa ada lagi
pengharapan.
Kadang, meskipun
kita tidak ingin tahu, kenyataan tetap terungkap dengan sendiri.
Dan waktu telah
mengubah kejar-mengejar, menjadi abai-mengabaikan.
Apa yang
terjadi?
Inilah perjalanan.
Inilah, cinta.
She
told me to stay.
She
told me to go away.
*****
Waktu terus berganti, dan kesedihan ini
terus datang tanpa mau pergi.
Aku masih tidak tahu harus bagaimana.
Sekalipun kujelaskan semuanya, kamu
tetap bersikeras dengan pendapatmu sendiri.
Dan waktu itu kamu katakan untuk pergi,
setelah sebelumnya kamu ingin tetap di sini.
Kamu terus berubah, dan aku selalu tidak
tahu harus bagaimana.
Sore ini, aku tetap tidak bisa
melepaskanmu.
Dari
pikiranku.
Dan
hatiku.
Mungkinkah, jika aku menghubungimu,
kamu akan meresponku, Unit Kasih Sayang?
“Dials
your number.
Put
the phone on my ear,
and
nervously waits for your sweet voice on the other line.”
But,
I
choose to inhales and exhales deeply
and
put the phone down.
Aku memilih untuk melihatmu tersenyum,
dari jauh.
Meskipun itu bukan karena aku.
Setidaknya, orang yang kusayang telah
bahagia dengan pilihannya.
Itu saja, cukup.
“Karena kita cuma
ditakdirkan bertemu, bukan bersatu.” – Foto Profil Grup Info CPNS BNPT 2017
Kami
disatukan dari berbagai daerah di Indonesia, berkumpul dalam sebuah fitur grup dari platform berbagi pesan yang hanya bisa berisi 255 anggota. Banyak hal
receh yang kita bicarakan, mulai dari
percintaan, hingga obrolan dewasa.
Pukul
tiga pagi, saya melihat obrolan sudah sampai seribu dua ratus lebih. Namun,
bukan obrolan galaunya yang memang
sudah tidak asing lagi semenjak hari pertama pelaksanaan tes SKD berlangsung,
tapi yang menarik perhatian saya adalah apa yang menjadi foto profil grup “heboh” ini. Kata-kata yang begitu
menggambarkan keakraban dan kekeluargaan, sekaligus kesedihan, karena harus
terpisahkan oleh keadaan.
Saya
masih ingat, setelah menunaikan shalat dzuhur, saya berjalan ke gerbang depan
Kantor BKN, tepatnya di depan pintu masuk ATM BNI. Di sana saya tidak tahu
harus melakukan apa. Sebab, saya tidak diperbolehkan untuk duduk di area tenda
merah. Karena pada waktu itu, sesi IV sedang bersiap-siap, mau tidak mau saya
yang kebagian sesi V harus menyingkir.
Karena
tidak tahu mau melakukan apa, akhirnya saya kembali ke area Kantor BKN, dan
memilih untuk berdiri di area pagar besi, sambil menyaksikan teman-teman sesi
IV menyiapkan dirinya.
Di
sana, saya bertemu dengan Rendi asal Lampung dan dua orang temannya. Kebetulan
Rendi satu sesi dengan saya, tapi beda gedung. Sedangkan dua rekannya harus
memasuki tenda karena mereka adalah peserta sesi IV. Di situ, kami mengobrol
banyak hal.
Tidak
lama, datang seseorang pria mirip Komika Benedion, namanya Deni asal Bengkulu. Dia
juga satu sesi dengan kami, tapi dia satu gedung dengan Rendi. Kedatangan kawan
baru, membuat kamu semakin klop. Banyak
obrolan yang sangat cair di antara kami bertiga, sehingga ketika peserta sesi V
mulai diperbolehkan memasuki lokasi tenda persiapan, kami memilih duduk bertiga
di kursi paling belakang.
Meskipun
waktu tes sudah semakin mepet, tapi
apalah daya kami para lelaki yang justru memilih untuk membicarakan
bidadari-bidadari yang menggoda. Alhasil, kami pun menjadi kelompok yang paling
berisik di area tenda ini. Tidak hanya berisik di dunia nyata, kami juga
menginisiasi kegaduhan di grup Info CPNS BNPT 2017. Mulai dari menggoda peserta
lain, hingga meminta peserta yang lain mencari kami. Eits, tapi kami lelaki baik-baik kok. Kami hanya ingin menambah
teman.
Berselang
beberapa saat, kami memanggil dua orang laki-laki dan satu orang perempuan yang
sedang kebingungan mencari tempat duduk. Kami ajak mereka memasuki dunia gila kami. Mereka pun duduk, dan
kami pun memperkenalkan diri kepada mereka. Mereka adalah Dika asal Tegal, Adit
asal Tegal, dan Nurul asal Margonda.
Kalian
tahu sendiri lah, kedatangan perempuan di kelompok kami menjadikan suasana
semakin tidak karuan. Modus-modus pun saya dan Rendi keluarkan. Rayuan-rayuan andalan
pun terlontar dari yang lain kepada Nurul. Namun, respon hangat dan tidak risih
dari Nurul semakin membuat kami merasa nyaman berkelakar.
Semakin
lama, kami berenam terus terlibat obrolan yang asyik. Sehingga, untuk meminta
permen atau pun lem kami tidak merasa malu-malu lagi. Malah tidak tahu malu.
Kemudian,
datanglah Mbak Ofi yang tinggal di Kemayoran, si Ratu yang selalu aktif di grup.
Tidak berselang lama, datang juga Noor asal Yogya (yang kedatangannya membuat
hati saya jadi bercahaya). Ya, kegilaan kami pun makin menjadi-jadi. Anehnya,
tidak ada lagi kecanggungan di antara kami berdelapan. Kami ngobrol dari A
sampai Z tanpa putus. Bahkan, ketika saya berniat baik mengambilkan kursi dari
bagian depan untuk seorang perempuan di samping Deni yang tidak kebagian tempat
duduk pun, saya tidak dilewatkan diejek mereka semua. Tidak hanya obrolan tak
berfaedah saja, tapi saya dan Rendi sempat mengobrol dengan Mbak Noor yang ternyata
pernah bertemu langsung dengan salah seorang pelaku penyimpangan radikal. Dia menceritakan bagaimana keseharian
orang tersebut, dan menurutnya, beliau adalah orang yang bersahaja, bahkan Mbak
Noor sempat ditarawi bakso. Tapi, saya merasa pasti ada hal yang ia tutupi dari
dunia luar tentang dirinya, dan Mbak Noor mengiyakan dugaan saya tersebut.
Setelah
sekian banyak obrol kami semua, menjelang persiapan, datanglah Kang Agus asal
Ciamis, seorang guru yang mencoba mengadu nasib bersama kami. Kekompakkan kami
pun begitu padu. Kami berkelakar tanpa habis, meski peserta di sudut lain asyik
belajar.
Kemudian,
pukul 14.00 kami mulai bergerak sesuai gedung tes masing-masing. Saya, Dika,
Adit, Noor, Nurul dan Kang Agus berpisah dengan Ofi, Deni dan Rendi. Tapi, di
tengah perjalanan saya sesekali melihat ke arah Deni dan Rendi, sembari memberi
semangat untuk kami semua. “Semangat, Boi!” sambil diselingi tawa.
Mulai
dari penitipan tas, hingga berbaris ke lokasi Body Checked, kami berenam tidak
pernah berpisah. Hanya saja, ketika hendak ke lantai 8 untuk briefing, Adit
harus tertinggal karena lupa menaruh dompet, yang memang dilarang oleh panitia.
Alhasil hanya tinggal kami berlima. Lalu, kami pun melakukan briefing di sebuah
ruangan di gedung B lantai 8. Selain briefing, kami juga melakukan verifikasi
dan validasi data. Banyak sekali kejadian lucu yang terjadi di antara kami
berlima, terutama saya. Mulai dari lupa tempat duduk, lupa melakukan validasi,
foto di ktp yang dianggap berbeda dengan wajah kami saat ini, hingga
serobot-menyerobot antrian diantara kami berlima.
Setelah
briefing, verifikasi dan validasi, serta shalat Ashar, kami pun mulai memasuki
ruangan tes. Di tempat tes, kami duduk berjejer. Nurul paling kiri, diikuti
Noor, lalu Kang Agus, saya, dan terakhir Dika. Di sana kami diberi sedikit informasi
tata cara pelaksaan tes. Agar tidak ada kesalahan yang terjadi ketika kami
mengerjakan soal.
Kemudian,
pukul 16.00 kami pun mulai mengerjakan soal dengan serius (sekaligus pusing).
Setelah
melaksanakan tes, satu-persatu kami keluar ruangan dan kembali berkumpul di
tenda merah. Ada raut wajah bahagia, tapi ada juga kekecawaan yang bikin
merana. Bagaimana tidak kecewa, jauh-jauh datang dari daerah ke jakarta,
ternyata nasib tidak memihak kita. Namun, itu semua bukan masalah. Rasa kekeluargaan
justru hadir di saat itu juga. Bukan untuk menghibur kesedihan, tapi melupakan
kekecewaan dengan keceriaan. Di sinilah, titik dimana banyak hal yang tidak
bisa saya gambarkan dengan kata-kata. Yang jelas, rasanya tidak ingin
melepaskan kekeluargaan ini. Rasa persaudaraan atas nama perjuangan, dan
kekeluargaan tanpa memandang siapakah anda gerangan.
Seperti
tulisan di foto profil grup yang kini berganti nama jadi Alumni CPNS BNPT 2017
ini, “karena kita cuma ditakdirkan bertemu, bukan bersatu.” Semua perjuangan
ini akhirnya hanya akan menjadi saling mengalahkan, dan berujung pada
dipilihnya para pilihan. Ada yang bahagia, tapi ada juga yang kecewa. Ada yang
ke tahap selanjutnya, tapi ada juga yang harus pulang tanpa hasil apa-apa. Kita
semua pasti tidak akan bertemu dalam satu atap yang sama. Hanya mereka yang
terpilih lah yang bisa merasakannya. Namun, support
dari mereka yang harus pulang dengan tangan kosong, adalah kebesaran jiwa yang
sangat mahal.
Terima
kasih teman-teman semua. Rendi, Deni, Dika, Adit, Nurul, Ofi, Noor, Agus,
Syarief, dan yang tiga ribu lebih peserta lain. Meski kita hanya ditakdirkan
untuk bertemu, bukan bersatu, tapi pelajaran mahal yang saya dapatkan dari
kalian, adalah takdir yang lebih berharga dari sekedar kemenangan.
Mari
saling mendoakan! Kita sama-sama bangun negeri ini dengan tangan kita! Dimanapun
kita berada, dan dengan cara apapun kita melakukannya.