Persimpangan

10.07.00

Kali ini, aku seperti sedang berada di sebuah persimpangan. Aku bingung harus memilih jalan yang mana. Harus ke kiri, atau ke kanan. Harus ke depan, atau kembali ke belakang.

Tapi untuk kali ini, sepertinya aku lebih memilih untuk diam. Diam dalam arti berhenti sejenak, untuk berpikir —agar aku tau harus mengambil jalan yang mana. Sekalipun salah seorang dari mereka berkata padaku untuk tegas berjalan di arah yang kupilih selama ini, karena dia tau bagaimana sulitnya aku memulai dan mengalir di jalan itu. Bahkan, salah seorang lainnya justru berkata; apa yang kamu lihat, tidak selamanya apa yang kamu benarkan. Apa yang kamu rasakan, juga tidak selamanya apa yang kamu benarkan. Selalu seperti itu. Karena dalam setiap aliran tidak semuanya adalah sebuah benar, itulah yang namanya tantangan. Berjalanlah, mengalir dengan pasti. Tidak perlu keras berpikir. Berpikir adalah sebuah bentuk keraguan. Kalau kamu ragu, percayalah ke depannya akan selalu ada keraguan-keraguan yang datang tanpa henti.

Bagiku sendiri, ini tidak seperti yang mereka pikirkan. Aku memilih berjeda, karena satu sayapku sendiri ragu untuk mengepak. Dia seperti ingin memilih tubuh burung yang lain, tapi dia tidak melakukannya. Dia seperti ingin terbang jauh dengan tubuhku, tapi dia tidak berniat mengepak-ngepakkan dirinya. Keraguan dia adalah racun di tubuhku saat ini. Mulai menjalar ke setiap sudut tubuhku dan mulai melemahkan saraf-saraf yang ada. Aku setangah mati.

You Might Also Like

0 komentar