Tanpa Pamit
06.38.00
Wajahku
menegang, “Sometimes…ya, aku gak muna,
kok,”
kataku parau. Aku coba imbangi kerikuhan di hatiku dengan sebuah anggukan kepala.
“Terus kenapa kamu masih sama dia?” ujarnya.
Raut wajahnya mulai sulit kubaca—seperti ada rasa kesal, bingung dan entah apa
lagi.
Aku
tidak mengerti kenapa dia mencecarku dengan pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Dia
terlihat sangat berbeda. Aku seperti melihat orang lain. Atau, apa ini karena dia
menyimpan dendam kepadaku? Entahlah.
“Maaf, sebentar lagi aku ada kelas,”
kataku, ketus. Dengan cepat aku mengambil kotak nasi biru kesayanganku tadi
dari genggamannya dan menaruhnya kembali ke dalam tas. Kemudian, tanpa pamit
aku langsung bangkit meninggalkannya sendiri, dan berjalan menuju kelas.
Dia geming
melihatku. Lidahnya kelu. Tatapan tajamnya juga mulai mencair. Sepertinya dia
sadar kalau aku sangat terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan tadi.
*****
0 komentar