Perang Argumentasi
03.41.00
Terkadang,
menjadi seseorang yang mengkritik itu adalah hal yang terbaik. Bukan soal itu
mudah untuk dilakukan, tapi karena kritikan merupakan pengerat dari ketimpangan
yang ada. Perlu diingat juga, tidak jarang mengkritik hanya memperkeruh
keadaan, tentu ini hanya untuk kritikan yang tidak berdasar. Oleh karena itu,
mengkritik harus berdasar sebuah analisa dan observasi yang kuat, dan sesuai
konteks.
Seorang
pahlawan sastra sejati adalah mereka yang keras menyuarakan keadilan dengan
dunianya. Karena hanya mereka yang mampu membebaskan segala ikatan-ikatan yang
membungkam mulut setiap orang. Maksudnya jelas, mereka lebih banyak bekerja
dengan tangan, yang masih bebas bergerak dan bersuara saat mulut dibungkam.
Berbicara
soal kritik-mengkritik, saya teringat beberapa waktu silam ada seorang Calon
Legislatif dari salah satu partai yang mengkritik pernyataan saya di twitter. Saat itu, saya sedang membuat
beberapa kicauan tentang salah satu TKW di Malaysia yang sedang menghadapi
persidangan, Wilfrida namanya. Wanita muda asal Belu, NTT yang umurnya hanya berbeda
satu tahun di atas saya ini dituntut hukuman mati di salah satu pengadilan di
Negeri Jiran tersebut, atas tuduhan
membunuh majikannya. Sebelum saya berkicau tentang harapan saya agar pemerintah
Republik Indonesia membantu membebaskan Wilfrida, tentu saya menganalisis asal-mula
kejadian (yang dituduh) pembunuhan oleh Wilfrida lewat sebuah email dari Anis Hidayah dari Migrant Care yang saya terima.
Di
surel itu tertera bahwasanya Wilfrida melakukan tindakan itu karena dia sedang
dalam takanan. Selama dua bulan dia bekerja, wanita itu selalu diperlakukan
layaknya seekor binatang. Dia dipukuli, bahkan disiksa. Dua hal yang membuat
saya yakin Wilfrida tidak bersalah. Yang pertama, saya merasa dia hanya korban
yang mempertahankan diri dari kekerasan majikan tuanya yang berlaku kasar. Lalu,
yang kedua saya mensinyalir Wilfrida merupakan korban perdagangan perempuan. Analisa
saya ini didasari dari hasil penelusuran ditemukan bahwa paspornya dipalsukan.
Umur Wilfrida saat diberangkatkan baru berumur sekitar 17 tahun kurang, namun
di paspor miliknya tertera umur 21 tahun. Bukan hanya itu, ketika ia berangkat
oktober tahun 2010 lalu, sebenarnya pemerintah Indonesia sedang menyetop
pemberangkatan TKI ke Malaysia. Jadi sudah sangat jelas Wilfrida merupakan
korban perdagangan manusia lintas Negara.
Dengan
landasan tadi saya akhirnya membuat beberapa kicauan yang ditujukan kepada
Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tidak lama setelah saya berkicau,
tiba-tiba ada mentions masuk.
Saya lihat seorang “Caleg” berkomentar bahwasanya Indonesia tidak adil. Si “Caleg”
ini berargumen kalau para WNA yang terkena kasus hukum di Indonesia saja tidak
pernah mendapatkan pengurangan hukuman oleh pemerintah kita, sementara saya
justru meminta pemerintah memohon pengurangan hukuman untuk Wilfrida. Saya
kemudian membalas dengan argumentasi yang lebih mengena, saya mengutarakan WNA itu adalah pelaku,
sementara Wilfrida adalah korban, jadi tidak etis kalau harus dianggap sama. Saya tidak mungkin membela WNA
yang Si “Caleg” ini anggap berhak mendapat belas kasihan pemerintah Indonesia.
Ya jelas, maksud saya, WNA ini rata-rata adalah orang yang melakukan tindak
pidana mutlak, seperti pembunuhan, narkoba, pencucian uang, dan lain sebagainya.
Sementara Wilfrida melakukan pembunuhan karena dia mempertahankan diri. Dalam hukum
sendiri, orang yang mempertahankan diri dari ancaman sah-sah saja untuk
melawan. Menanggapi respon saya tersebut, Si “Caleg” kemudian seperti menyerah.
Ini terlihat dari tanggapannya yang hanya berisi kalau setiap Negara harus
mematuhi hukum di Negara lain. Tanpa maksud untuk menggurui saya pun membalas
bahwasanya Si “Caleg” ini harus bisa membedakan konteks, situasi dan esensi
dari kedua kasus tadi. Setelah timpal saya seperti itu, dia akhirnya tidak membalas lagi. Entah karena tidak ingin berdebat terlalu jauh. Atau entah karena dia sudah menyerah beradu argumen dengan saya.
p.s. ;
Mengkritik adalah benar, untuk mereka yang benar, dan memiliki landasan yang
kuat.
0 komentar