Suapan yang Kurindukan
17.08.00
Sudah
lama rasanya aku tidak melihat gerakan seperti ini darinya. Menyendok setiap bagian nasi goreng mentega
buatanku, menyuapkan dan mengunyahnya secara perlahan. Kelamaan, aku mulai
gelisah. Tingkahku mulai gelagap tidak karuan, bukan karena takut masakanku
tidak enak, tapi karena kami sudah lama tidak melakukan ritual seperti ini. Semakin
mencoba bertingkah seperti biasa, semakin perih bola mataku. Aku menahan
sesuatu.
Dia
berhenti di tengah suapannya. Jeger, nampaknya
dia sadar ada sesuatu yang terjadi denganku.
“Makanan kamu enak,” tubuhku seperti hendak
runtuh. Huh, untungnya dia tidak terganggu dengan kekikukanku.
“Kamu muji atau…?”
“Ini penilaianku buat masakan kamu,”
ucapnya sambil tersenyum.
Aku
mengangguk malu. “Terima kasih,”
Sejak
dulu, sanjungannya selalu berhasil membuatku besar kepala. Entah itu terhadap
gaya berbusanaku, ataupun nilai-nilaiku di kelas. Penghargaannya seperti air di
tengah dahaga.
“Kayaknya kamu juga perlu nyobain, deh,”
ujarnya. Dia menyodorkan kotak nasi biruku, namun, dengan cepat aku mengelak
dan mendorong benda itu kembali ke tempatnya semula.
Melihat
gelagat kesungkananku, perlahan dia mulai mengambil sesendok nasi goreng mentega
dan mulai mendekatkannya ke arah mulutku. Entah kenapa, aku hanya diam menerima
perlakuannya seperti itu kepadaku. Aku terhipnotis. Sesendok nasi goreng
mentega suapannya mendarat nyaman di mulutku.
*****
0 komentar