Ini yang Namanya, Perpisahan?
12.46.00
Tak disangka,
ternyata aku harus merasakan bagaimana rasanya berada dalam tahap ini. Tahap
yang sebenarnya sangat tidak aku inginkan sebelumnya. Tahap dimana aku seperti
digenggam begitu erat, terhempas begitu jauh, serta dibawa menyelam begitu
dalam. Iya, saat ini aku mencintaimu, dengan sangat.
Aku
mulai merasa kita bisa merancang harapan kita dengan pondasi yang kokoh, walau
hanya terbuat dari perhatian-perhatian kecil yang menjelma menjadi candu
pengantar bahagia. Aku yakin, sangat yakin, kita mampu membawa kesucian ini
beriringan bersama takdir Tuhan. Takdir yang membawa kita saling memeluk satu
sama lain, hingga nanti Tuhan memeluk kita satu-persatu.
Tapi,
aku tetap tidak bisa melawan keinginan Tuhan. Aku tidak bisa terus menahan dan
mencoba mengubah sesuatu yang harusnya terjadi. Perpisahan, atau hal yang lebih
ingin kusebut kesunyian yang bernama kehilangan hadirmu, tetap harus menjadi
juara saat ini. Aku tahu, kita sama-sama menangis. Kita sama-sama terpukul.
Bahkan bagiku sendiri, kecepatan memompa jantungku sekarang mulai di luar batas
wajar. Kepedihan ini mulai membawaku ke dalam ruangan putih yang tidak bisa
kutuliskan dengan satu katapun. Aku kehilangan semuanya. Sapa manjamu, tawa
manismu, dan segala hal dalam otakku yang masih saja terisi olehmu. A-ku ma-ti.
Perpisahan
ini memang sangat kita benci kedatangannya, tapi kita tetap harus melewati ini.
Saat ini juga aku harus membuang semua tentangmu dari otakku agar tidak ada
lagi perasaan untukmu yang mengendap di dalam hatiku. Aku tidak ingin
mengenang, dan berharap yang telah kita akhiri ini kembali menjadi nyata. Aku
tidak mau kita tetap berusaha mencoba kalau hanya untuk saling menyakiti. Kita
memang tidak bisa saling bahu-membahu untuk hal yang lebih benar dan baik di
mata Tuhan. Ini nyata.
Walau tidak
dipungkiri, bahwa selama perpisahan ini, aku merasa tatapanku kosong, ada
bagian dari kehidupanku yang lepas. Aku rindu, aku rindu semua hal yang biasa
kita lalui hingga waktu terasa seperti nafas yang berhembus; tak bisa lagi dihitung
banyaknya. Sekarang, mari kita ikhlaskan, oh salah, mungkin lebih tepatnya aku
yang harus mengikhlaskan. Aku yakin, setelah ini akan ada pertemuan yang bisa
membuat kita melupakan kejadian ini, akan ada seseorang yang masuk ke dalam
hidup kita, bahkan mungkin hati kita.
Semoga
dengan perpisahan ini akan hadir kecupan yang membaikan hidupmu dan hidupku.
Percayalah, pertemuan kita tidak sia-sia. Banyak pelajaran yang kudapat saat
bersamamu.
Semua
butuh proses. Semua juga butuh waktu. Terutama ketika kamu harus kehilangan sesuatu
yang terbiasa kaurasakan. Baik-baik di sana. X terakhir dariku di sini atas nama rinduku padamu.
0 komentar