Teriakan Hati

00.36.00

Bagi sebagian orang, memiliki Indeks Prestasi yang tinggi adalah sebuah pencapaian yang patut dibanggakan. Pada hakikatnya, memiliki Indeks Prestasi mendekati empat adalah hal yang sangat sulit digapai. Seorang mahasiswa yang ambisius pasti akan mati-matian untuk mendapatkannya. Prestisiusnya Indeks Prestasi mungkin bisa diibaratkan sebagai sebuah derajat sosial. Siapa yang mampu mencapai derat sosial tertinggi, dia yang disanjung dan diagungkan. Hal inilah yang menjadikan mahasiswa menjadikan Indeks Prestasi menjadi tujuan dari studi mereka, termasuk saya.

Namun, bagaimana rasanya jika kita memiliki Indeks Prestasi tinggi tapi kita menjalani perkuliahan tidak dengan sepenuh hati? It’s not my passion! Teriakan-teriakan itu pasti terus mengganggu hati. Sulit memang untuk menyadari keinginan hati kita jika di tempat ini saja kita sudah cukup mendapat hasil yang memuaskan. Pasti ada pikiran yang menggantung di antara ruang keinginan dalam diri. Inikah tempat saya sebenarnya? Inikah jalan saya sebenarnya? Selalu banyak pertanyaan yang tak terselesaikan.

Cukup mengejutkan memang bisa memiliki Indeks Prestasi yang sangat sedikit lagi sempurna. Hanya terselip satu nilai C dan B dari belasan nilai mata kuliah yang sempurna. Apakah saya bangga? Tidak. Hati saya masih terselip cita-cita yang ingin saya gapai. Sempat ingin berontak, berteriak “Ini bukan dunia saya!” kepada mereka. Tapi hidup memang harus dijalani, apa adanya. Saya harus menerima jalan Tuhan. Sejatinya keadaan di depan memang tidak saya ketahui, tetapi tetap hati masih tetap saja berusaha melepaskan diri dengan kuat. Mungkin jika saya terjemahkan hati saya berkata; “Aku ingin hidup di musik, bukan di sini!”.

Sampai saat ini saya masih belum mendapatkan jawaban bagaimanakah seharusnya. Mungkin jika bisa saya mengulang masa lalu saya, saya ingin masuk ke IPS dan bersikeras melanjutkan ke dunia musik yang sejak SMP saya harapkan, bukan ke dunia IPA yang sampai saat ini saya jalani setengah hati. Awalnya, ketika penjurusan sempat saya menanyakan apakah bisa IPA masuk seni musik? Dan jawabannya, bisa. Oke, dan saya terperosok ke dunia IPA. Terus masuk tujuh besar. Kemudian ketika ikut les intensif SNMPTN saya juga sempat kebingungan menentukan pilihan dari jurusan IPA atau IPS yang seharusnya saya pilih. Kembali, saya lebih memilih intensif SNMPTN IPA, bukan IPS atau IPC. Keputusan yang mungkin saat ini saya sesali.

Hidup harus disyukuri. Mungkin sambil berjalan di tempat ini, saya masih bisa terus bermain musik, meskipun tidak begitu dalam mempelajarinya. Kapankah saya bisa benar-benar mengubur minat saya di permusikan? Entahlah. Mungkin saya masih akan terus memperbaiki Indeks Prestasi yang saya dapat dengan setengah hati ini sampai waktu saya di sini benar-benar habis. Meskipun saya jalani ini bukan karena minat dan keinginan hati sesungguhnya saya, tapi saya jalani ini karena takdir Allah. Saya yakin, Allah selalu tahu tempat terbaik ciptaannya dimana.



*******
“Sebaik-baiknya jalan yang anda jalani adalah jalan yang anda kehendaki karena hati. Jika anda salah jalan, lanjutkan saja! Pasti ada persimpangan yang membawa anda kembali ke jalan yang sebenarnya. Percayalah kepada Sang Pemilik!”

You Might Also Like

0 komentar