Ombak yang Terluka

09.55.00

Kamu selalu mengajariku terbang dengan dua sayap yang kamu bilang cinta. Menyemangatiku ketika aku mulai tak mau lagi berusaha terbang. Tetap semangat, aku selalu berada di sisi sayap lain. Semua harus kita jalani. Sentuh aku jika memang lelah itu mengganggumu. Kita cabik-cabik keadaan yang menghalangi kita untuk terus mencintai, katamu merayu. Terus dan terus tanpa henti kamu memaksa agar aku tidak terdampar dalam ketidakmauan. Inikah caramu untuk menyakitiku? Inikah cara halusmu untuk meninggalkanku? Apa gunanya berdua jika hanya semu semata.

Jika bisa kurangkum kata-kata manismu, mungkin akan lebih dari ribuan lembar aku dapatkan. Kini, apakah harus ribuan lembar itu aku buang? Aku tak mau mengingkari rasa sakit yang hanya bisa menuntunku untuk menyambunyikan perihnya. Apa karena cinta ini tidak layak? Atau apa? Aku tidak mengerti apa alasan terjadinya semua ini. Jujur, ini sangat menyakitkan. Tapi apa boleh buat, ini jawabannya. Aku terlanjur terbungkam di pagi buta ini. Selanjutnya, aku sudah mati memeluknya. Tidak ada lagi satu titikpun kumengerti.

Jangan paksa aku untuk mengais serpihan cinta yang ingin segera aku buang. Aku tidak mau lagi menangis. Sudah cukup. Aku bukan wayang yang bisa seenaknya kaupanggil kapan saja. Jika ingin melukis bersamaku lagi, maaf aku tidak bisa. Semua permainanmu cukup menutup celah-celah yang ada. Aku harus melupakan sekarang juga. Aku harus pergi saat ini juga. Aku ingin bebas. Menjauhlah! Jangan sebut-sebut hal manis yang pernah ada lagi. Saat ini dan nanti, aku sudah membenci kenangan kita.

Aku dan ombak di tempat ini sudah harus berlabuh ke tempat lain. Kami tak mau lagi terluka. Sekalipun kaumenderum, dan berlutut memohon, percuma, yang sudah hilang tidak akan lagi sama. Jangan lagi kaumempermainkan keseriusan. Jika memang kamu tidak menginginkannya, jangan pernah memulainya. Belajarlah menghargai tulusnya sebuah cinta.

You Might Also Like

0 komentar