Hari Ketiga

04.38.00

Mengingat hal yang terjadi tepat setahun yang lalu.
Tepat pukul inilah aku mulai hari itu.
Dengan kaus putih, dan tas besar aku berjalan sendiri dari gang sempit.
Terus menyusuri jalan yang menanjak, langkah demi langkah.

Sesampainya aku di lapangan berdebu, kupampang tinggi kertas bertuliskan 48.
Sesaat aku menoleh ke arah lain. Hah! ada tatapan di seberang sana.
Ah, aku mengenalinya. Sangat mengenalinya.
Ya, tapi kami tidak bisa bertukar kata.
Hanya senyum setengah tawa yang bisa aku lontarkan.

Aku tidak tahu mengapa selalu ada tatapan ke arah itu?
Tepat, dan sangat jelas sekali terlihat.
Ingin sebenarnya menghampiri, tapi itu mustahil.
Kita baru bisa melakukannya tepat dua belas jam berikutnya.

Aku ingat lagi, tujuh jam setelah kejadian itu...
Di tengah ribuan orang yang ramai berkerumun, aku melihatmu dan mereka berjalan.
Kamu tahu? Dengan cepat aku mengikutimu. Hanya sekedar ingin menegur.
Ya, walau akhirnya langkahmu hilang jua.
Mungkin aku belum beruntung.

Setelah kegiatan itu berakhir, kita sempat saling menanyakan dimana kita berada.
Oke, akhirnya pertanyaan itu berujung pada kesepakatan untuk bertemu.
Dan...tatapan pagi tadi kini jelas di depan mata. Aku benar-benar melihatmu.
Kita sedikit berbincang seraya berjalan ke muara masing-masing.
Sebentar memang, tapi...aku ingin mengulanginya.

Banyak pelajaran yang kuambil dari pertemuan itu.
Bagaimana jika niat sudah membubung, semua rintangan itu singkat.
Bagaimana pelajaran yang terbaik adalah memulai, sesulit apapun.
Bagaimana berjalan yang benar adalah mengikuti hati.

Aku juga ingat, kamu sempat mengibaratkan hidup dengan sebuah lukisan.

Semua diawali dari kanvas putih, lalu kita warnai sendiri, tentu dengan hati.
Akan sangat berbeda jika kita mewarnai itu tidak dengan hati.
Bahkan, kamu meyakini pasti prosesnya tidak akan mulus.

Lalu, setelah semua lukisannya selesai, tinggal diihat hasilnya seperti apa.
Abstrak, surrealisme, realisme, atau apapun.
Kemudian kamu menekankan,
Seabstrak apapun lukisan itu, pasti ada hati seorang kolektor yang menilai itu indah.
Jangan takut, semua yang dari hati akan terlihat indah.

"Kayaknya langkah kita sudah harus berpisah." ucapmu.
"Oh iya ya, yaudah aku duluan ya!" jawabku berjalan ke sisi lain.
Tidak ada jawaban. Kamu hanya tersenyum dan melanjutkan jalan yang tersisa.

"Hari ketiga yang berarti." Yakinku dalam hati.

You Might Also Like

0 komentar