Peluk Terakhir
08.17.00
Ada hal
yang aneh, yang membuat aku kebingungan di waktu yang sangat tidak seharusnya
untuk bingung. Dengan susah payah aku berkendara di tengah pukulan hujan yang
tak pernah mengerti keadaan; tentang seseorang yang hendak bersua dengan
setengah hatinya. Menahun sudah
kuketahui hari ini pasti akan tiba. Namun, dalam diam aku terus mencari tahu,
tanpa mampu menjelaskan. Aku menyayangimu seperti kusayangi diriku sendiri.
Lalu bagaimana bisa kita ingin berpisah untuk waktu yang cukup lama dengan diri
sendiri? Entah mengapa harus ada konsep bersua dan berpisah.
Dari
balik pintu kamarmu kulihat seorang yang kesakitan, melingkarkan kedua tangan
dengan erat dibadannya sendiri dengan mulut bisu terkatup rapat dan rahan
mengencang. Kupandangi lama ia yang kini sangat jauh berbeda dari orang yang
begitu kukenal selama ini. Dalam tubuh yang kedinginan ini aku ingin bilang,
aku mengerti mengapa kamu begini. Sialnya, tak sepatah kata mampu menyembul
keluar. Yang ada hanya manusia yang merasa sakit melihat manusia lain kesakitan,
bersama udara yang membungkam mulut mereka.
Pikiranku
tetap saja tidak sanggup membimbing aku untuk berbicara, saat kamu butuh
hiburan, atau sekedar humor segar. Kini, justru tubuhku yang perlahan bergerak
mendekatkan jarak, walau mataku mengeluarkan kata bahwa aku tidak sadar saat
ini. Pandangan mata kita mulai berani bertemu. Rasanya kita sama-sama tahu,
entah kapan lagi tatapan seperti ini ada. Tak mungkin aku bisa lupa caramu
memandangku, meskipun waktu meminta kita untuk tidak saling memandang setelah ini.
Aneh.
Tiba-tiba kaki ini kaku. Tubuhku terjatuh. Tanganmu bergerak mau tak mau
seperti ingin meraih tanganku, tapi kau urungkan akhirnya. Dua manusia yang
sudah bercinta bertahun-tahun dan merasakan jengkal kulit masing-masing,
mendadak enggan untuk bersentuhan. Layaknya orang yang tak pernah saling
mengenal. Kamu tahu? Otakku sudah merekam dan menyimpan kamu, kita, dan lima tahun
ini. Bersama amarah, kesedihan, dan tawa.
Kedua
tanganku bergerak. Mencoba merengkuhmu. Tanganmu menolak. Tapi tanganku
terlanjur mendapati tubuhmu. Kueratkan rengkuhanku. Kautarik wajahmu, mencoba
menjauh. Segala macam cara untuk lepas dari pelukanku. Namun aku terus memaksa.
Bertahan.
Sayang,
rasakan bisikku dalam hati. Panas tubuh kita berdua tidak akan lagi kita
rasakan nanti. Kataku lirih. Berangsur, tubuhmu tenang. Kau mulai menangis. Aku
mulai menangis. Lenganmu perlahan menyusuri punggungku dan balik mendekap. Kita
berpelukan. Di balik punggung masing-masing, kita rasakan nadi kita
mendenyutkan pesan yang tidak bisa dikatakan. Sayang, mungkin pelukan adalah
kejujuran tanpa suara yang tidak akan menyelipkan dusta. Rasakan semua, ini
pinta hatiku. Saat ini. Sebelum kita mengakhiri semuanya. Dan tidak kembali.
0 komentar