Kami Merindukanmu
10.12.00
Pernahkah
kita pemuda memikirkan hidup di kala Indonesia kelam? Hidup dengan terror peluru
dari setiap sudut. Lengah sedikit, bisa jadi sebuah kematian. Kekejaman menjadi
makanan sehari-hari. Dipaksa menurut. Tidak bisa tidak. Mengeluh, dicambuk.
Lari, dicari. Melawan, dihabisi. Jangankan untuk berjalan-jalan santai. Untuk
berada di dalam rumah saja masih penuh tekanan emosi. Sangat ketakutan.
Mampukah
kita hidup tanpa teknologi yang kita nikmati sekarang? Masa muda tidak diisi
dengan pergi ke bioskop atau konser musik. Duduk-duduk bergosip bersama minuman
di genggaman. Bebas. Tetapi hidup dengan teriakan dan keringat untuk terus
begerak bersama satu dengan yang lain. Mata fokus memburu menggenggam bambu
runcing beserta beberapa senjata rampasan. Terus memikirkan strategi yang pas
dengan risiko tertembak di tempat.
Kita
masih bisa menikmati begadang menonton bola. Kita masih bisa santai walau malas
untuk pergi ke sekolah. Kita masih bisa menikmati musik dengan suara yang
keras. Dan yang terpenting bisa menikmati jalan-jalan raya seperti milik
sendiri. Orang lain? Ah tidak peduli. Semua semaunya. Tidak lagi menjadi yang
harus membuat jalan tanpa makanan dan minuman. Bercucuran keringat berjuang dari
kelaparan dan kelelahan. Bekerja tanpa imbalan sebuah televisi untuk ditonton
bersama kawan. Pula telinga yang hanya di pakai untuk mendengarkan hinaan tak
manusiawi. Hanya satu yang bisa dinikmati, makan makanan tak layak dengan
tangan kotor bersama ratusan orang yang menahan kesakitan.
Tidak
merasa kehilangankah kita dengan para pejuang? Tidak bisa menghargaikah kita
akan jasa mereka? Apa yang kita wujudkan sebagai rasa bangga dan terima kasih
yang tulus? Kita memang hidup di kehidupan indah setelah kehidupan mereka. Ingat,
tidak ada masa depan tanpa masa lalu. Dan tidak ada kesenangan sekarang tanpa
perjuangan perih mereka di masa lalu.
Jika
waktu terputar dan para pemuda masa sekarang merasakan derita mereka. Apakah
masa depan akan lebih indah dari apa yang telah mereka buat terhadap masa kita
setelah masa mereka? Mungkin kita butuh merasakan “perjuangan” yang sebenarnya;
demi perut bersama dan kesenangan penerus setelahnya agar tidak ada lagi yang
merasakan cerita hitam hidup mereka. Bukan “perjuangan” untuk perut sendiri dan
kesenangan masanya, tanpa peduli satu sama lain serta penerus berikutnya.
Pahlawan kami merindukan kamu.
Pejuang kami merindukan kamu.
0 komentar