Ari dan Ilman: Santai

05.48.00


Langit memancar dengan terik menusuk kulit Ilman dan Ari yang sedang asyik menikmati “Bakso Menari” di kantin Kampusnya. Menurut sang pemilik, nama menari diambil karena kabarnya bakso dia itu pedasnya super. Saking pedasnya bisa membuat orang menari-nari kelabakan mencari minuman, maka dari itu jadilah abang-abangnya menamakan dagangannya dengan Bakso Menari.
Ilman dan Ari memang selalu kesini kalau tidak ada jam kuliah. Katanya, mereka nongkrong supaya dibilang keren. Lagipula baksonya juga murah, jadi bisa menghemat uang buat ngajak jalan cewek mereka nonton. Double date gitu. Ilman sama si Aries dan Ari sama Mita.
Ilman itu…orangnya sangat nyantai. Bisa dibilang kebangetan malah nyantainya. Tiap hari datang telat. Tugas-tugasnya juga jarang yang dikerjain. Dan percaya atau tidak, ternyata kisah anak sekolah yang tidur pas lagi ujian itu ternyata tidak hanya ada di film-film atau pun sinetron lho, Itu tuh memang ada, dan Ilman adalah pelakunya. Bayangkan, pas lagi ulangan harian kimia, yang padahal gurunya terkenal seantero sekolah yang ada di dunia dan akhirat punya tatapan tajam setajam silet (infotainment), yang bisa bikin murid-muridnya kabur dengan muka melas sambil ngibarin bendera putih dari baju seragamnya sendiri di tengah-tengah lapangan. Eh dia malah dengan manis tidur. Mungkin saking stresnya ngerjain soal kimia kali ya. Tapi, itu belum seberapa. Ada yang lebih parah lagi.
Jadi, dia itu sebenarnya duduk di depan guru killer itu. Habat kan? Itulah Ilman, orangnya nyatai kayak di pantai, dan tenang kayak orang yang gak bisa renang. Dia tidur di depan guru saat ulangan berlangsung sambil mimpi jalan-jalan bareng ceweknya mengelilingi benua eropa pakai getek terbang. (kok bisa? Ya namanya juga mimpi. Lagian mimpi mimpi dia ini atuh kenapa jadi lo yang repot!). Untungnya sang guru tidak sadar kalau si Ilman yang ada di hadapannya yang menopang wajahnya dan menghadap ke samping itu ternyata tertidur. Alhasil teman-teman si Ilman pun menahan ketawa meliat kelakuan si Ilman.
“Hey! Kenapa ketawa? Kerjain yang bener!” kata gurunya dengan nada marah dan wajah sangar kayak Ibunya nobita.
Teman-teman si Ilman pun terdiam. Mereka mulai kembali mengerjakan soal ujian. Tapi, Ilman tetep tidak goyah dengan suara riuh yang ada. Dia masih menikmati tidurnya.
Tiba-tiba, gurunya itu bangkit dari tempat duduknya. Melihat sekeliling keadaan murid-muridnya yang sedang serius mengerjakan soal. Beliau berjalan kesana-kemari dengan raut wajah menakutkan. Tatapannya seperti menusuk hati para muridnya. Itu terlihat dari beberapa muridnya yang berkeringat gugup, dan gemetar. Bahkan ada pula salah satu dari mereka yang mengompol. Untungnya nasib Ilman sedang mujur, jadi dia luput dari perhatian.
Melihat keadaan muridnya sedang serius, beliau pun berjalan kembali menuju tempat duduknya.
“Waktu kalian tinggal lima menit lagi!”
“Iya bu…!” teriak para siswanya.
Sang Guru tiba-tiba berhenti. Matanya menatap tajam ke arah Ilman. Sama seperti burung elang yang sedang mengintai mangsanya. Dan juga para wanita saat melihat diskon 80% di Mall. Beringas. Saling sikut, cakar, bahkan saling tonjok satu sama lain berebut barang yang dia mau. Namun, kali ini beliau tidak mengindahkannya. Beliau kembali berjalan dengan anggun kembali ke tempat duduknya. Tapi kali ini, tatapannya tidak berhenti tertuju pada Ilman.
Langit sudah mulai gelap. Sore sudah mulai melambai. Dan waktu pulang sekolah di depan mata.
“Oke! Waktu kalian selesai!” kata sang Guru menggebrak mejanya dan bangkit berdiri dari tempat duduknya dengan wajah sangar.
Semua siswanya berjalan ke depan menghampiri sang guru. Mengumpulkan kertas ujian. Tapi, hanya satu orang yang tidak bergeming dan masih asyik mengerjakan. Ups, maksudnya bermimpi.
“Jangan ada yang berisik! Kumpulkan saja kertas ujian kalian! Biarkan temanmu itu mengelilingi dunianya, kalian pulang aja cepet!”
Satu-persatu teman-teman Ilman berjalan tanpa suara keluar. Sesampainya di luar, mereka membuat barisan ke samping.
“Akhirnya…!!” kata mereka sambil melakukan ritual wajib mereka setelah pelajaran kimia, bersujud syukur. Bahkan beberapa dari mereka juga ada yang menangis bahagia sudah terlepas dari “mata silet”. Dan mereka berangsur meninggalkan sekolah, dan juga teman mereka Ilman yang sedang tidur.
***
Ilman perlahan sadar dari tidurnya. Mulai mengucek kedua mata. Celingak-celinguk. Menoleh kesana-kesini. Ia tidak melihat teman-temannya. Yang ada hanya kursi dan meja kosong. Ia lihat ke luar jendela, langit sudah mulai gelap. Tiba-tiba kedua bola matanya menyembul seperti ingin keluar. Mungkin si matanya itu baru sadar kalau dia berada pada orang yang buruk rupa. Tapi ternyata bukan, mata itu terlampau tegar untuk menerima semua cobaan itu. Guru killer itu ternyata ada di hadapan Ilman dengan wajah menantang.
“Sudah puas tidurnya?” kata beliau sambil sedikit tersenyum palsu.
“Eh…iya maaf Bu! Ketiduran!” kata Ilman sedikit malu-malu.
“Kamu ini mau jadi apa, hah? Lagi ulangan malah tidur!” kata guru killer dengan nada mengancam.
“Mau jadi ilmuan bu!” jawab Ilman nyeleneh.
“Apa? Ilmuan?”
“Hehe, iya bu!”
“Kamu mau jadi ilmuan dengan tidur pas lagi ujian?!”
“Hehehe…” katanya dengan wajah polos. Ia hanya menggaruk-garuk kepalanya.
“Kamu ini punya cita-cita jadi ilmuan, tapi yo males-malesan! Gimana mau kewujud!”
“Ya santai aja, Bu! Santai…!!!” kata Ilman dengan ketawa kecil.
“Apa kamu bilang? Santai?!”
“Bu, orang hebat itu tidak berarti terus berusaha! Tapi mereka juga perlu bersantai, agar dia bisa kembali berusaha dengan lebih baik! Hanya satu kata bu…santai! Oke?”
Gurunya hanya terdiam menatap Ilman dengan tidak percaya. Wajahnya tidak berbeda, masih menakutkan. Beliau pun hendak memakan gorengan yang ada di hadapannya.
Ilman kemudian menunduk karena merasa bersalah. “Bu maafin saya, bu! Saya akui saya salah!”
Suasana kemudian hening. Tidak ada suara. Ilman terus meminta maaf dan hanya tertunduk bersalah.
“Bu, Ibu masih nggak mau maafin saya?” kata Ilman dengan mata berkaca-kaca dan masih menunduk.
Tidak ada jawaban dari guru killer itu.
“Yaudah deh gak apa-apa kalau Ibu gak mau maafin saya, saya tau kok kalau saya emang salah! Tapi bolehin saya pulang, bu! Please…!” ucap Ilman memelas. Ia masih menunduk.
Guru killer itu tetap tidak menjawab.
Ilman pun mulai mengusap air matanya dan mencoba mengangkat wajahnya. Perlahan.
Ia tiba-tiba terhentak saat melihat gurunya. Ternyata beliau sedang kejang-kejang. Tangannya memegangi lehernya. Mulutnya menganga. Posisi duduknya juga mulai melorot.
“Bu, Ibu kenapa?!” kata Ilman polos. Dia masih santai.
Gurunya terus kejang-kejang. Matanya melotot besar. Nafasnya semakin tidak teratur. Tubuhnya mulai jatuh kelantai. Tangan kanannya juga seperti hendak menggenggam ujung meja. Namun, Ilman tetap melihat gurunya dengan heran dan polos.
Beberapa menit kemudian gurunya pun pingsan. Tergeletak di lantai. Ilman pun menghampiri gurunya dengan panik. Ia berlutut di samping gurunya yang sedang terkulai dengan mulut masih terbuka lebar. Tidak lama, ada seekor lalat keluar dari mulut gurunya itu.
“Oh! Cuma nelen laler!” ucap Ilman dengan santai. Dia pun bangkit dan menghampiri tempat duduknya. Bersiul-siul. Kemudian ia memikul tas hitamnya dan meninggalkan kelas beserta guru killernya yang masih tidak sadarkan diri dengan langkah yang berirama. Tanpa rasa bersalah dia terus berlalu. Santai.
Ya itulah dia Ilman. Santai. 

You Might Also Like

0 komentar