Ketika Kamu Terlelap

00.58.00

Sekarang pukul 00.21 pagi.

Di sini ada dua wanita berumur sekitar dua atau tiga tahun lebih tua dariku duduk berhadap-hadapan di samping jendela kaca, tepat berjarak dua kursi dari pintu masuk. Di sudut lain, ada pria berumur sekitar 42 tahunjika kutebakdengan kumis dan kaus putih berlogo salah satu band legendaris dari Inggris duduk di kursi paling belakang sebelah kiri smoking room, sambil sesekali membuang sisa pembakaran puntung rokoknya di asbak. Sesekali juga ada pembeli kedai yang datang memesan makanan untuk langsung di bawa pulang. Ya, hanya merekalah temanku kali ini. Temanku menghabiskan malam yang mendung dengan secangkir kopi khas dari kedai ini, dan tentu tanpa gulakesukaanku.

Jika boleh kutebak, kurasa saat ini kamu sedang tertidur. Dengan kulit wajah sebelah kirimu yang sedang menempel manja di sarung bantal bercorak klub ‘biru’ dari ibu kota Inggris. Rambut panjang yang dibiarkan terurai acak-acakan. Kedua tangan yang sedang begitu mesra erat memeluk guling. Oh sebentar, atau mungkin justru sedang merangkul boneka putih kecil dengan kedua tangan yang memegang bantal berbentuk hati berwarna merah dengan tulisan I Love You. Hmm, tapi rasanya untuk yang terakhir itu tidak mungkin lagi jadi kebiasaanmu. Biarlah.

Empat tahun kurang tiga bulan. Atau sekitar tiga tahun sembilan bulan. Atau jika dibulankan menjadi empat puluh lima bulan. Dikalikan dengan tiga puluh. Dikalikan dua puluh empat. Dikalikan enam puluh. Dikalikan lagi enam puluh. Dikalikan lagi dengan enam puluh. Hasilnya adalah 6.998.400.000. Itulah milisekon waktu yang kita habiskan. Jika kita uangkan menjadi rupiah, kita bisa membeli satu rumah mewah dengan mobil sport, bukan? Kita kaya. Bahkan, kita masih bisa lebih kaya dari sekarang, seharusnya.

Sekarang sudah pukul 00.54.

Aku sendirian sekarang. Teman-temanku tadi sudah pulang ke rumahnya masing-masing. Iya, rumah. Sesuatu yang seolah sudah tak kupunyai lagi semenjak kamu pergi.

Oh iya, tiba-tiba aku jadi teringat ketika kita berlibur di kota pelajar. Aku teringat saat dimana aku bangun tidur dengan ditemani wajah cantikmu yang masih tertidur dengan manis di sampingku. Saat itu aku berhati-hati bangkit dari tempat tidur, agar kamu tidak terbangun oleh suara derit dipan yang aku timbulkan. Kemudian aku berdiri dan beranjak ke kamar mandi untuk membasuh muka. Namun, tiba-tiba aku menghentikan langkahku. Dari sudutku berdiri waktu itu, aku ingat, kamu terlihat sangat cantik. Ya, wanita memang terlihat lebih cantik ketika tertidur. Cantiknya alami. Lalu kuhampiri singgasana tidurmu. Sejenak kudekatkan wajahku ke keningmu. Satu kecupan kecil. Satu ucapan setengah berbisik. “Selamat pagi, istriku...”

Omong-omong, apa kabar? 

You Might Also Like

0 komentar