Gitar di Sudut Kamar
12.03.00
kepada kamar; sebagai gitar yang
tak pernah dipakai,
tidak ada yang bisa kulakukan
selain diam dan bersandar padamu,
jika kau merasa sesak karenaku, debuilah
aku secepatnya.
*****
Kau
tahu aku mencintaimu. Karena itu aku selalu mencoba ada untukmu.
Soal alasan
kenapa aku mencintaimu, itu hal yang biasa. Hanya karena sudah lama sekali
semenjak aku tak dipakai penghunimu, aku mulai merasa kesepian. Aku mulai tak
dipetik. Suaraku juga berubah garau. Tapi untungnya, masih ada sinar kecilmu di
atas sana menemani aku berdiri tegak —sesekali bersandar— di salah satu sudut
tubuhmu.
Tanpamu,
aku mungkin hanya akan menjadi kayu tipis keropos tak berguna di gudang. Dimakan
rayap. Senarku mengarat. Mengenakan jaket debu kotor. Tidak tertidur dengan
sempurna. Bertumpuk-tumpuk dengan benda tak berguna lainnya. Tertindih. Terhimpit.
Berteman dengan kegelapan pula. Suram, lah.
Kehadiranmu
membuatku spesial. Tidak peduli aku tidak pernah dimainkan, selagi kamu menemaniku,
aku merasa bahagia.
Tahu tidak?
Perhatian-perhatian kecilmu juga membuat aku merasa nyaman. Ketika kamu sinari
lubang suaraku. Ketika kamu menyediakan lengan untuk aku bersandar. Ketika sinarmu
menghangatkan aku saat kedinginan. Aku selalu merasa tidak sendirian. Kamu selalu
tahu bagaimana membuat aku menjadi gitar yang spesial.
Mungkin
tidak ada yang aneh, tapi lihat, bagaimana bisa sebuah gitar jatuh cinta kepada
kamar, hanya karena kecilnya kamar membuatnya begitu nyaman? Sementara sebagai
gitar, aku tentu pernah bersanding dengan beraneka ragam gitar —ada yang murahan,
ada pula yang berharga mahal— di tempatku dijual, yang pasti lebih dingin dari
sebuah kamar kecil.
Mungkin itulah cinta. Tidak memandang
seberapa besar, mahal, dingin, serta mewahnya kamu, asal dia membuat nyaman,
yang kecil, murah, panas, serta kampungan atau tidak begitu menarik sekalipun,
ia akan terlihat sempurna.
Cinta mengubah sepatu moccasin kuno menjadi
sneakers jaman sekarang.
0 komentar