Surat Untuk, Dii #1

09.34.00

Dii, masa lalu kita mungkin berakhir dengan menyakitkan, tapi aku tidak pernah menyesalinya. Tentu kamu juga, bukan? Aku percaya, luka dapat menyembuhkan dirinya sendiri jika kita memberinya waktu dan tempat. Biarkan sekarang waktu menyeret kita meninggalkan luka yang sudah menggarit hati yang sempat saling memiliki. Kita tidak perlu lagi berdebat perihal siapa yang menyakiti siapa lebih dulu, Dii. Ini lebih dari sekedar cukup. Kita—aku dan kamu waktu itu—sama-sama sudah menyelesaikannya. Namun, jika kamu masih tetap saja memikirkannya—hingga saat ini—sebenarnya itu sudah tidak perlu lagi. Berjanjilah, Dii, berjanji untuk dirimu sendiri kamu akan cepat meninggalkan kegelapan dan membesarkan matahari yang terus kamu sembunyikan dalam hatimu.

Kamu tahu, sekalipun kamu melihat aku tegar, tapi aku mengakui ada perasaan yang berbeda muncul di hatiku. Aku mengakuinya, Dii. Aku kehilangan kamu. Namun, kamu dan aku sama-sama paham, ini tidak akan bisa diteruskan. Maka dari itu, aku tidak mau terlalu jauh tenggelam di hatimu, Dii, karena aku takut, sangat takut, kita hanya akan terus saling menyakiti seperti waktu-waktu terakhir kita berdua.

Dii, aku percaya semua terjadi bukan tanpa alasan. Begitupula kita, dulu, dan sekarang. Semuanya punya maksud dan makna. Sama halnya seperti hujan yang terus turun tanpa henti di bulan-bulan kemarin. Tapi, hujan juga tidak boleh terus turun, bukan? Dia harus segera berlalu. Berlalu dari membasahi hatimu. Berlalu dari membasahi pipimu. Berlalu dari apapun itu. Ingatlah, Dii, kamu yang punya kuasa sendiri terhadap dirimu. Aku yakin, kamu hanya tidak ingin membuatnya berlalu, karena sebenarnya kamu sanggup akan hal itu. Kamu bisa melakukannya, Dii.

You Might Also Like

0 komentar