Di Sekeliling Soe
19.28.00
Kamis, 28 Februari 1964
Berbicara tentang pendidikan
nasional dengan orang-orang tua sangat menjengkelkan dan memarahkan. Tadi pagi,
Drs. Tan Hoan Hok (Tanok) menyatakan bahwa uang sekolah tinggi adalah suatu
keharusan untuk mempertahankan mutu pendidikan. Aku membantahnya dari sudut
aspirasi kerakyatan (kami bicara tentang sekolah Kristen Pintu Air). Falsafah
pendidikan nasional menegaskan bahwa tidak seorang pun dapat ditolak untuk
mendapat pendidikan yang lebih tinggi atas alasan-alasan material, ya karena misalnya
dia miskin. Karena itu sekolah-sekolah yang memungut iuran sekolah yang terlalu
tinggi bertentangan dengan prinsip pendidikan nasional. Sekolah-sekolah semacam
Pintu Air akan menimbulkan klasifikasi antara sekolah-sekolah untuk orang kaya
dan miskin. Apakah yang lebih tidak adil selain daripada mendidik sebagian
kecil anak-anak orang kaya dan membiarkan sebagian besar rakyat miskin tetap
bodoh? “Turunkan sedikit mutunya jika perlu supaya terjadi pendidikan umum”.
Drs. Tanok membantah dan sebagai seorang Kristen yang baik akhirnya dia katakan
aku anti agama. Ya, bila agama berarti pemerasan maka aku akan anti agama. Sulit
sekali berbicara dengan orang-orang Katolik atau Kristen. Kalau dia Kristen aku
hanya bisa bertemu dengan Richard Zakaria Leirissa. Leirissa pernah menyatakan
bahwa tidak ada gunanya gereja dan cetak Injil bila rakyat kelaparan. Dan ia katakan
ini dalam rapat GAMKI (Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia). Sekaligus dia
dicap Komunis.
Akhir-akhir ini aku makin condong ke
kiri. Bacaan-bacaan pihak komunis, alasan-alasannya lebih termakan untuk diriku
daripada golongan lawannya. Aku kira hal ini disebabkan karena bahwa antara
saya dan mereka terdapat banyak faktor-faktor yang sama. Kami sama digerakkan
perasaan keadilan oleh ketidakadilan sosial yang paling kasar. Kami sama-sama
anti dan muak terhadap moral borjuis. Dan kami punya cita-cita pembebasan yang
sama. Sayang cara-cara kami berbeda. Dalam situasi kemelut dewasa ini hanya
mereka yang melancarkan dan berani berbicara tentang land reform dan korupsi pembesar-pembesar. Ya, bahkan Njoto menyerang
percabulan di Hotel Nirwana. Mana suara partai-partai lain? Di samping itu
hanya ada suara-suara yang berani dan jujur dari Pak Said. Karena itu aku bisa
berbicara lama dengan Parsudi. Dan ternyata pandangan-pandangan kami banyak
yang sama. Kalau dia bicara menyatakan tak setujunya tentang Manifes Kebudayaan
maka itu pun yang aku pikirkan dan sebaliknya. Secara main-main aku pernah
bilang pada Parsudi bahwa jika sekiranya aku harus menembak mati komunis maka
aku akan menguburnya dengan hormat dan sekiranya aku membunuh orang-orang
Partindo (bagiku mereka orang-orang munafik) maka aku akan lemparkan mayatnya
ke kali. Dan kalau dia penghisap macam OKB-OKB, aku akan berikan anjing hutan
saja. Betapa mesranya dan jujurnya membaca karya-karya Gorky, sanjak-sanjak
Brecht. Begitu jujur dan merangsang hidup kepemudaanku.
Menurut pendapatku suatu hari akan
timbul pertentangan antara golongan kiri kerakyatan dan golongan kanan
kapitalis. Permulaannya sudah mulai terasa sekarang.
[]
Diambil dari buku Catatan Seorang
Demonstran, halaman 153-155.
0 komentar