Mahasiswa untuk Negara

13.17.00

     Aku Penerus Pembangunan
     Karya : Subronto K. Atmodjo

Aku penerus pembangunan Negara, jujur dalam kata dan giat bekerja
Kokoh dalam jiwa dan hati terbuka, siap mengabdikan tenaga
Gunung lembah dan laut sungai menantang, tak sabar menantikan tangan terbentang
Hari depanku tampak cemerlang bersinar gemilang!
Aku penerus pembangunan Negara, jujur dalam kata dan giat bekerja
Kokoh dalam jiwa dan hati terbuka, siap mengabdikan tenaga
Siap mengapdikan tenaga

Sejatinya, sebagai penerus pembangunan, seorang mahasiswa harus sadar akan manfaat dari kehadirannya. Keterlibatan mereka dalam membangun Negara Indonesia ini terletak dari pengabdian dan perbuatan, bukan suara sumbang yang tidak berguna. Terlebih lagi, seorang mahasiswa selalu dianggap menempati strata sosial yang tinggi di mata masyarakat. Sehingga secara tidak langsung memberikan sebuah tanggung jawab yang besar di pundak mereka untuk memperbaiki, serta membawa Negara ini ke arah yang lebih baik.

Di era-digital ini, seseorang bisa dengan bebas menyuarakan kritikannya. Ini bisa dilihat dari begitu banyaknya kasus yang menarik perhatian masyarakat menyeruak karena media, baik itu media sosial, cetak, atau massa. Namun, sebagai seorang yang terpelajar, mahasiswa harus sadar kalau mereka bukanlah seorang anonim yang hanya bisa mengkritik di media tanpa berbuat apa-apa untuk merubahnya, atau bahkan hanya membangun opini publik yang menyesatkan. Tetapi, seorang mahasiswa sejati adalah manusia jujur dan teguh yang siap mati, dan siap miskin untuk memajukan serta mencerdaskan Negaranya lewat modal kedigitalan yang mereka kuasai.  

Sebagai panutan masyarakat, mahasiswa akhir-akhir ini seperti menjauh dari peran mereka yang sebenarnya sebagai agent of change. Paradigma mereka mulai terpenjara oleh kepuasan dan keuntungan untuk diri sendiri (individualisme), dimana di otak mereka kini hanya berisi –setelah lulus, saya bekerja, dan kemudian saya dapat uang untuk saya sendiri-, bukan setelah lulus, saya membuat pekerjaan sendiri, dan saya bisa membuat masyarakat mendapat uang. Adrenalin dalam jiwa mahasiswa yang seharusnya bergejolak untuk terus berusaha maju kini mulai mengecil, tinggal pengecut yang malas bergerak dan hanya bisa bersuara tanpa bertindak yang bermunculan. Alhasil, dapat kita lihat sekarang Indonesia mulai kehilangan tajinya di mata dunia.

Sangat mengenaskan memang, saat ini banyak dari para mahasiswa yang justru bermimpi menjadi seorang artis atau orang yang ingin dikenal wujudnya di mata masyarakat, bukannya menjadi seorang yang dikenal hanya namanya tanpa wujud di mata masyarakat. Entah memang karena begitu bobroknya jiwa para pemuda saat ini atau karena ketidakmauan mereka untuk hidup jauh dari kenyamanan. Yang pasti, Indonesia tidak butuh orang seperti itu, Indonesia hanya butuh manusia-manusia yang jiwa raganya adalah jiwa raga Negara.

Sudah saatnya mahasiswa melihat dunia dengan hati mereka. Mereka sudah harus mulai memikirkan hal-hal yang berguna untuk Negaranya. Karena, berbagai sudut Indonesia sudah sangat membutuhkan kehadiran mereka. Terlalu lama mereka menantikan perubahan yang mulai mereka anggap mimpi yang sia-sia. Indonesia itu luas! Indonesia bukan hanya pulau jawa! Slogan wujud ketidakpuasan warga tertinggal itu seakan hanya angin lewat bagi para mahasiswa.

Oleh karena itu, sebagai mahasiswa hendaknya mereka merubah paradigma mereka untuk memulai berbuat hal yang berguna untuk Negara. Jangan lagi mementingkan diri sendiri, tapi sudah saatnya mahasiswa mementingkan Negaranya. Jangan lagi menjadi manusia-manusia yang tidak berterima kasih kepada tanah air, dan membuat kerusakan yang melecehkan tanah airnya, tapi berbuatlah apa yang membuat tanah air bangga. Mulailah dari sekarang juga, Indonesia (secara keseluruhan) membutuhkan sentuhanmu.


p.s. : “Matimu akan sia-sia jika hidupmu hanya untukmu sendiri. Tetapi, matimu akan sangat berguna jika hidupmu adalah untuk Negaramu, sekalipun kamu akan mati membusuk karena kemiskinan.” (Muhafiz Dwi Azhari, seorang mahasiswa tingkat dua.)

You Might Also Like

0 komentar