Apatis yang Baik
05.51.00
Siang
itu, saya terpaksa mengerjakan tugas esai sendirian tanpa Ris. Dia sedang sibuk
magang di salah satu perusahaan baja di Ruhr. Akibatnya, saya kebingungan
ketika hendak memilih buku yang menjadi referensi. Sudah sekitar setengah jam saya
mencari dari rak yang satu ke rak yang lain, tapi hasilnya nihil.
Tiba-tiba
saja ada seorang laki-laki mendekati saya.
“Entschuldigen
Sie. Kann ich dir helfen?” ucapnya.
“Ja.
Ich bin auf der Suche nach einem Buch über das Gesetz,” jawab saya sambil
tersenyum.
Kemudian
dia langsung berjalan ke rak di paling ujung sebelah kanan. Saya pun mengikuti
dari belakang.
Dia
mencari sebentar, “Dies ist das Buch, das Sie suchen.”
“Ja.”
ucap saya sambil mengangguk dan kikuk.
“Sonst
noch etwas?”
“Nein.
Dankeschön.”
“bitteschön!”
jawabnya.
Ia
lalu duduk di salah satu kursi baca dan membaca sebuah buku dengan fokus. Sepertinya
dia juga seorang pengunjung.
Mendengar banyak cerita miring
tentang orang-orang di sini yang begitu apatis terhadap sekeliling, saya
menjadi heran dengan apa yang orang itu lakukan. Ternyata saya masih
mendapatkan orang-orang baik di sini. Orang yang saya kira jauh lebih baik dari
orang di negara saya sendiri. Sebab, saya jarang melihat saat sedang di
perpustakaan ada orang yang membantu orang lain yang kebingungan mencari buku. Kita
terlalu dibentuk dengan ego dan rasa sungkan yang tinggi, yang justru perlahan
menjadikan kita orang yang apatis. Saya dan kita semua harus belajar dari orang tadi, si "apatis" yang baik.
0 komentar