Terusik
sebenarnya dengan kata-kata sumbang dari mereka. Seperti ingin aku tak acuh,
tapi itu memang benar. Mungkin, aku saja yang bodoh selalu mencoba tak
mengindahkannya.
Buat apa masih peduli ketika
kamu sendiri tidak dipedulikan?
Buat apa masih bertahan jika
dia sendiri ingin melepaskan?
Buat apa terus mencintai jika
kau sendiri tidak diacintai?
Apakah cinta itu hanya mencintai
tanpa dicintai?
Huh, kata
yang simpel sebenarnya, tapi menusuk.
***
Harusnya
aku sadar, seperti yang salah seorang bilang kepadaku; cinta itu bisa datang
kapan saja.
Ya, aku
tahu. Tapi apakah cinta semurah itu? Yang aku tahu, sesuatu yang mudah datang,
pasti akan cepat berlalu. Itu bukan benar-benar cinta, karena cinta itu satu,
dan dirasakan sangat dalam.
Ah, itu
hanya tafsir definisi. Semua orang sebenarnya berhak menafsirkannya bagaimana,
sesuka hatinya. Tapi, apakah harus definisi itu seperti murahan? Bukannya itu
adalah hal yang sakral jika dirasakan?
***
Masih mau bertahan dengan rasa
sakit itu?
Apakah harus kau mati berjuang hanya
karena orang itu?
Sampai kapan waktumu terus
kaubuang untuk orang yang tak benar-benar menganggapmu?
Tidak adakah hal yang membuatmu
melepaskannya?
Satu
hal yang selalu aku katakan untuk menjawab semuanya; aku terlanjur memberinya
cinta dalam arti yang sebenarnya.
***
Lalu kenapa kamu galau saat
ditinggalkan olehnya?
Mungkin
karena aku terlalu berharap muluk sama dia. Berharap cinta, yang tidak
sebenarnya ada dalam dirinya.