In
Bercerita,
Hari Ketiga
Mengingat
hal yang terjadi tepat setahun yang lalu.
Tepat
pukul inilah aku mulai hari itu.
Dengan
kaus putih, dan tas besar aku berjalan sendiri dari gang sempit.
Terus
menyusuri jalan yang menanjak, langkah demi langkah.
Sesampainya
aku di lapangan berdebu, kupampang tinggi kertas bertuliskan 48.
Sesaat
aku menoleh ke arah lain. Hah! ada tatapan di seberang sana.
Ah,
aku mengenalinya. Sangat mengenalinya.
Ya,
tapi kami tidak bisa bertukar kata.
Hanya
senyum setengah tawa yang bisa aku lontarkan.
Aku
tidak tahu mengapa selalu ada tatapan ke arah itu?
Tepat,
dan sangat jelas sekali terlihat.
Ingin
sebenarnya menghampiri, tapi itu mustahil.
Kita
baru bisa melakukannya tepat dua belas jam berikutnya.
Aku
ingat lagi, tujuh jam setelah kejadian itu...
Di
tengah ribuan orang yang ramai berkerumun, aku melihatmu dan mereka berjalan.
Kamu
tahu? Dengan cepat aku mengikutimu. Hanya sekedar ingin menegur.
Ya,
walau akhirnya langkahmu hilang jua.
Mungkin
aku belum beruntung.
Setelah
kegiatan itu berakhir, kita sempat saling menanyakan dimana kita berada.
Oke,
akhirnya pertanyaan itu berujung pada kesepakatan untuk bertemu.
Dan...tatapan
pagi tadi kini jelas di depan mata. Aku benar-benar melihatmu.
Kita
sedikit berbincang seraya berjalan ke muara masing-masing.
Sebentar
memang, tapi...aku ingin mengulanginya.
Banyak
pelajaran yang kuambil dari pertemuan itu.
Bagaimana
jika niat sudah membubung, semua rintangan itu singkat.
Bagaimana
pelajaran yang terbaik adalah memulai, sesulit apapun.
Bagaimana
berjalan yang benar adalah mengikuti hati.
Aku
juga ingat, kamu sempat mengibaratkan hidup dengan sebuah lukisan.
Semua
diawali dari kanvas putih, lalu kita warnai sendiri, tentu dengan hati.
Akan
sangat berbeda jika kita mewarnai itu tidak dengan hati.
Bahkan,
kamu meyakini pasti prosesnya tidak akan mulus.
Lalu,
setelah semua lukisannya selesai, tinggal diihat hasilnya seperti apa.
Abstrak,
surrealisme, realisme, atau apapun.
Kemudian
kamu menekankan,
Seabstrak
apapun lukisan itu, pasti ada hati seorang kolektor yang menilai itu
indah.
Jangan
takut, semua yang dari hati akan terlihat indah.
"Kayaknya
langkah kita sudah harus berpisah." ucapmu.
"Oh
iya ya, yaudah aku duluan ya!" jawabku berjalan ke sisi lain.
Tidak
ada jawaban. Kamu hanya tersenyum dan melanjutkan jalan yang tersisa.
"Hari
ketiga yang berarti." Yakinku dalam hati.