Ada Tuhan

09.23.00

“Mengapa bulan itu di malam hari dan matahari di siang hari?”


“Aku tidak tahu, lagipula aku tidak pernah mendapat sinar mereka yang kata orang indah.”

“Maksudmu?”

“Aku kehilangan semuanya, tidak ada lagi yang namanya cahaya bagiku.”

“Mengapa?”

“Semuanya berkata cahaya itu mengindahkan hari-hari kita, tapi bagiku cahaya mereka tidak berguna. Aku tetap tidak menemukan indah di dalam hariku.”

“Itu karena kamu tidak pernah peka dalam melihat. Semua cahaya itu ada, tinggal bagaimana kamu mencarinya.”

“Ah, sudahlah aku muak, kata aku nunggu kamu, terima kasih hansaplasnya, terlalu muak aku lihat. Aku ingin berhenti, dan mati.”

“Hey, jaga mulutmu!”

“Kenapa? Aku benci dalam depresi ini. Peduli atau tidaknya kamu tidak pernah aku rasakan. Samar.”

“Aku peduli, kamu yang tidak pernah peka! Bahkan perasaanku juga tidak pernah kamu rasakan bukan?”

“Semua peka itu tidak sepenuhnya tepat, kamu tidak pernah mengerti sepenuhnya. Selalu berkata ingin dimengerti, tapi tidak pernah mengerti. Masih ada maksud tersimpan dari semua yang keluar. Mungkin memang aku yang bodoh akan rasa ini.”

“Kamu menyesal dengan rasa itu?”

“Iya, harusnya hidupmu bahagia tanpaku. Seperti sekarang. Aku sendiri dengan darah ini, dan kau tersenyum terawa bersama rasa yang menyenangkan. Aku tidak berhak hadir. Aku hanya boleh menangis, terjatuh menbrak tanpa fokusku dan terluka hingga aku mati dengan sendirinya.”

Akutahu, semua orang memang peduli, tapi saat aku terluka, saat darah ini mengalir. Sebelumnya tidak bukan? Apakah mereka peduli dengan hal yang membuat aku tidak fokus? Ah sudahlah, aku hampir mati karena fokusku. Untungnya aku masih diberi hidup. Untungnya pula hanya roda dua, andai roda empat, aku pasti mati.

You Might Also Like

0 komentar