Apakah
cinta itu sakit? Apakah cinta itu seperti apa yang kaulakukan padaku?
Biarkanlah detak jantungku menghindari alunan kisah tentang kita yang kauabaikan.
Aku ingin air mata ini berhembus pada orang yang juga menjaga kisahku, bukan
membiarkannya terkatung-katung dalam perih. Katakan jika kau memang ingin terus
bersamaku. Buktikan! Jangan kau pikir aku tidak menafsir kalau kau tidak
benar-benar mencintaiku. Semua yang kaulakukan, seperti tidak tertuju padaku,
tapi kepadanya. Baiklah, mungkin inginmu adalah mengakhirinya dengan perlahan.
Maaf, aku tidak bisa. Aku hanya bisa mengakhirinya dengan tegas, bukan
membiarkan sakit berkepanjangan dan akhirnya terlepas jua. Perjuangkan orang
yang kamucintai, keculi jika dia tidak mencintaimu dengan sungguh, dan justru
mencintai orang lain, lebih baik pergi, daripada terkoyak oleh luka yang tidak
pernah berhenti, sepertiku, karenamu.
Aku
berharap aku mampu menghilangkan telingaku untuk sejenak, sampai hatiku pulih.
Lho apa hubungannya? Aku hanya sakit mendengar kata yang keluar dari mulutmu.
Ketika kau mengakui dia sebagai milikmu. Memang, kau hanya sekedar main-main
menjadi miliknya. Tapi, aku adalah manusia yang juga memiliki rasa sakit. Aku
mencintaimu, tapi kau bermain kata mesra bersama orang lain. Seakan tidak ada
orang yang tersakiti.
Aku
bukan orang buta yang harus tak menganggap semua seperti tak akulihat. Genggaman
tangan, kemesraan, dan semua hal yang kaulakukan bersamanya, semua membuat
mataku perih, tak terkecuali hatiku. Pepatah pernah berkata; cinta itu dari
mata turun ke hati. Sekarang, aku rubah kata itu menjadi; sakit itu dari mata
turun ke hati. Apalagi ketika kita melihat seseorang yang kita sayang mengukir
kisah indah bersama orang lain, yang pasti dia itu bukan kita; orang yang
mencintainya.
Aku bukan
orang yang cepat jatuh cinta. Aku bukan pula orang yang cepat melepaskan cinta.
Selagi aku mencintai, saat itu pula aku memberikan hatiku kepada orang yang
akucintai; yaitu kamu, saat ini. Jangan ombang-ambingkan aku dengan cemburu
yang terus berkecambuk. Aku lelah kaugaruk dengan pemandangan yang terus membuatku
hampir gila setiap hari. Aku juga punya hati. Hati yang mencintaimu. Walau kau
adalah kekasihnya, untuk sementara.
In
Bercerita,
Lagu
Menunggu...
“Tapi
sekarang, aku udah mutusin. Aku gak akan milih siapa-siapa! Kayaknya, aku lebih baik sendiri sekarang, dan aku juga gak mau sakit lagi.”
Apa yg terjadi
dengan hatiku
ku masih di sini
menunggu pagi
Seakan letih
tak menggangguku
ku masih terjaga
menunggu pagi
Entah…
kapan…
malam...
berhenti…
Teman…
aku…
masih...
menunggu...
pagi…
Pagi…
“Aku
sayang kamu sejak album blitz itu. Sampai
sekarang, kamu tuh gak tau kayak apa aku sayang sama kamu. Kamu
tuh gak pernah…”
"Itu
dia masalahnya, Gas. Aku
nggak pernah bener-bener tau. Aku nunggu,
Gas! Nunggu! Tapi
akhirnya aku sadar satu hal, kamu gak sesayang itu sama aku!”
“Kamu gak sesayang itu sama aku. Aku gak akan milih siapa-siapa!”
***
Peterpan – Menunggu Pagi
Kamu
adalah orang yang pertama aku sayang dengan sangat. Begitu sangat. Kau yang
membuat air mata ini menjadi tanda bahwa aku tidak benar-benar kuat. Aku juga
manusia yang tidak berbeda dari makhluk lainnya. Aku lemah, karena perasaanku
sendiri. Tapi, aku hanya mampu menafsir lewat apa yang kamu beri dan lakukan
kepadaku, tanpa aku tahu apa yang kamu rasa sebenarnya.
Benarkah
kau menyayangiku dengan sangat? Benarkah semua yang kaukatakan itu? Aku tidak
mungkin tahu. Seperti apa yang kamu katakan; cinta itu dibuktikan, bukan
dikatakan. Namun, seperti inikah bukti cinta darimu? Mengapa kau menganggapku
salah persepsi? Aku hanya menjalankan apa yang kaukatakan. Yang aku tangkap,
hanya hal yang tidak bisa dibilang cinta ataupun perasaan untuk memiliki. Aku
tidak lebih dari mereka, orang yang kausebut; teman.
“Maaf, kalau aku ternyata salah
mencintaimu, sayang.” Pikirku.
***
Jika benar kata sayang yang keluar dari
mulutmu itu,
bungkam aku dengan pertunjukan
yang muncul sebagai ungkapan apa yang
kaurasakan,
untukku.
Astoria - Segala Luka
(Air matamu takkan mengubahku)
Telah lama ku menahan diri
Sampai kini kau takkan mengerti
Aku tak bisa terus hindari
Perih yang telah menyiksa hati
Tak usah kau terus menghampiri
Rasa ini tak akan kembali
Jangan lagi kau terus tangisi
Semua tak pernah kau mengerti
Kini ku sadari saatnya kau pergi
Air matamu takkan mengubahku
Segala lukaku takkan terobati
Tak ada lagi cinta yang kau cari
Sudah tinggalkan aku dalam sepi
Tak akan ku sesali semua yang ku akhiri
Tak akan ku tangisi semua yang telah terjadi
Air matamu takkan mengubahku
Segala luka
(Air matamu takkan mengubahku)
*****
Cinta itu mencintai dan menjaga,
ketika cinta tidak dijaga,
yang ada hanya luka yang harus ditinggalkan.
Sejenak,
aku merasa ingin tidak terbangunkan dari tidurku. Aku terlanjur menginginkan
hidup dalam dunia mimpi, jika mimpiku terus seperti ini. Dunia nyata terlalu
menyakitkan untuk aku lewati, terlebih karena cintaku tak pernah kausambut,
kauanggap, dan kauacuhkan. Aku mencintaimu, tapi tidak denganmu.
In
Bercerita,
Key
Kesepianku
Waktu
berlalu dengan sangat cepat. Melewati apa yang kita kira sebelumnya. Semuanya
mulai berubah, begitu juga kamu, begitu juga aku, dan juga kita. Waktu telah
menghapus jejak detik kita yang terasa tak berbeda, ia bahkan memutarbalikkan
segalanya menjadi sangat indah, dulu. Tak ada yang mengira, kapan perpisahan menjadi
penyebab semua gundah yang berkecambuk. Aku menjalani, kamu meyakinkan aku, namun
pada akhirnya waktu juga yang menentukan batas dari cerita yang kita buat. Kamu
tidak pernah punya hak untuk menentukan, begitu pula aku. Itulah salah kita,
yang hanya berharap tanpa menjaga dengan kuat.
Sisi
tetas air mata, dengarkan aku! Aku selalu berharap menjadi seperti dirinya, air
yang mengalir. Ia hebat, selalu berjalan, dan berlalu tanpa henti. Meninggalkan
yang sudah berlalu tanpa beban, dan siap menyongsong yang akan datang dengan
pasti tanpa pikir panjang. Ketika ada yang menghalanginya, ia selalu mencari celah
sampai yang tersempit sekalipun untuk melewatinya, bukan berhenti, dan terjebak
dalam keputusasaan. Bukan pula dirimu, yang hanya hadir saat aku terluka, tapi
tak pernah memberi sebuah ketenangan dan keputusan yang hakiki. Ya, air yang
mengalir, aku ingin menjadi dirimu. Bukan lagi menjadi air mata yang membuat
aku terjatuh, seperti saat ini.
Kita
duduk. Lalu kau bercerita, tentang dia. Ya, akutahu dia itu sangat hebat. Dia
memang pantas untuk kaucintai. Setidaknya aku sadar, jangan pernah memberi hati
ataupun harta. Kita tidak akan pernah mendapat hal yang pasti. Selalu ada orang
yang lebih sempurna, untuk dicintai. Mungkin cintamu hanyalah cinta sesaat.
Bukan sebuah keputusan yang serius. Semoga harimu indah tanpaku. Semuanya sudah
akuhapus. Toh, tidak akan ada hal yang berubah di duniamu sekalipun tanpaku.
Aku mencintaimu, tapi aku juga membencimu saat ini dan seterusnya. Kau bukan
lagi inspirasi untuk kutangisi. Kau hanya hal yang berlalu tanpa maksud.
Seperti
ini ya rasanya LDR?
Cinta
memang bisa hadir kapan saja, termasuk dalam waktu dan keadaan seperti ini.
Seorang teman datang memberikan ketenangan di kala akugundah. Tersenyum seakan
masalah ini hanya sebuah hal yang pasti akan berlalu dengan cepat. Kata-kata
itu membuat aku yakin. Ada bahagia ketika kita terjatuh. Akhirnya akubisa
melupakan sejenak masalah ini.
Aku
sudah terbiasa menjadi yang terlupakan. Sakit sih, tapi percuma, aku yakin
Tuhan itu ada. Dia tidak akan membiarkan aku terus terjatuh. Suatu saat nanti,
bisa saja aku akan mendapat bahagia bersama orang lain. Agar kamu sadar, cinta
itu mencintai dan dicintai, bukan salah satunya. Karma itu berlaku. Kamu akan
kehilangan saat apa yang kamu butuh sebenarnya tidak ada. Sesuatu yang kamu
anggap tidak ada, kau biarkan, abaikan seakan tidak ada artinya, sebelumnya.
Mengapa tidak
memperhatikan masalah pemerataan terlebih dahulu sebelum memperbaiki kurikulum?
Biar bagaimanapun, sehebat-hebatnya kurikulum tetap tidak akan berguna jika
yang diperhatikan hanya daerah kota. Apakah tidak pernah anda tahu bagaimana
pendidikan di daerah? Bagaimana mereka belajar tanpa fasilitas yang memadai,
bagaimana kompetensi gurunya sangat mencemaskan, bagaimana paradigma mereka
tentang belajar, bagaimana perjuangan yang harus mereka tempuh, bagaimana
sekolah di daerah mereka sangat jarang, dan bagaimana akses internet juga
sangat terbatas, harusnya anda tahu akan hal itu. Apa mungkin anda menutup mata
akan hal itu?
2 am, where do I begin
Crying off my face again
The silent sound of loneliness
Wants to follow me to bed
I'm the ghost of a girl
That I want to be most
I'm the shell of a girl
That I used to know well
Dancing slowly in an empty room
Can the lonely take the place of you
I sing myself a quiet lullaby
Then you go and let the lonely in
To take my heart again
Too afraid, to go inside
For the pain of one more loveless night
For the loneliness will stay with me
And hold me till I fall asleep
Broken pieces of
A barely breathing story
Where there once was love
Now there's only me
And the lonely
*********
♫ Christina Perri – The Lonely
Ada maksud yang tersimpan.
Hey!
Entah kenapa semalem gue tiba-tiba kepikiran buat ngebuat film petualangan. Ya,
abis gue teliti-teliti industri film di Indonesia tuh kurang banget sama yang
namanya film petualangan. Makanya gue berencana buat bikin film petualangan. Judulnya
itu “Ayo!”.
Nah,
terus pemeran utamanya itu Sherina Munaf sama lawan mainnya itu Daniel
Radcliffe. Iya, jadi adegannya itu. Sherina lagi mau berangkat liburan,
semuanya udah dia siapin tuh, kayak tas, pakean, dan segala keperluan lainnya.
Nah terus tiba-tiba si Daniel Radcliffe datang. Terus dia bilang ke Sherina; “Ayo!”.
Tamat.
Nothing
could be harder to believe
When
you told me that you needed to be free (free)
I'm
only getting by on memories
Hoping
maybe time will help you see (see)
[Chorus]
Remember when
I could see forever in your eyes (forever)
Remember when
Together we could leave the world behind (Ooh)
I've
got nothing to lose, nothing to hide
Can't
live without you, I'm dying inside
Can't
we get it back again
Remember
when
I'm
searching for the one abandoned dream (I need to reclaim)
Heaven's
in the love I cannot reach, can't reach (can't reach)
You
know, I'm longing for the magic of your touch
And
I thank God
I've
never given up the chance to trust
You'd
come back to me baby
I know I'll be holding on to thoughts of
yesterday
And this silence could fade away
I keep holding on to the times we shared baby
You know I'll never, never let you go, let you
go
[Chorus]
I could
see forever in your eyes (forever)
Remember
when
Together
we could leave the world behind (Ooh)
I've
got nothing to lose, nothing to hide
Can't
live without you, I'm dying inside
Can't
we get it back again
Remember
when
****************
♫ Color
Me Badd – Remember When
Adakah
aku dalam hal yang selalu kau ceritakan? Aku yakin tidak, dia memang lebih
pantas untuk kau ceritakan. Dia lebih pintar dari orang bodoh seperti aku. Dia
lebih tampan dari orang buruk rupa seperti aku. Dia lebih segalanya dariku. Ya,
aku tahu itu. Selamat.
Crush, satu kata yang
mendeskripsikan kalau cinta itu tidak bisa dimiliki. Mengapa? Karena kata crush
sendiri sebenarnya adalah sebutan untuk seseorang yang kita taksir, apapun
tingkatan rasa menaksir itu. Bisa menaksir setangah mati, menaksir sampai
membuat mati, atau hanya menaksir saja, bukan menaksir banget. Masalahnya, pada
orang yang punya crush, ia tidak pernah berani mengungkapkan perasaannya. Ya,
mungkin karena tidak pernah ada dorongan yang cukup dari dalam dirinya untuk
menunjukkan itu semua.
Putih,
apakah dia itu warna? Itu yang selalu menjadi pertanyaanku. Selalu saja orang mengira
dia bukan warna. Dalam paradigma manusia, putih hanya suatu hal yang polos,
tidak ada apa-apa. Selalu saja, itu sangat membuat aku bingung. Padahal, putih
itu sangat manis jika dilihat dengan saksama, bagiku. Terutama orang yang
mempunyai nama itu. Dia terlihat jauh lebih menawan, apa lagi ketika orang
memanggil namanya. Itu sangat indah.
Tenang
itu simpel, yaitu ketika aku duduk dan kamu datang menghampiri. Menemani aku
dalam lamunanku. Mencoba menghapus semua gelisah dan anganku tentangnya. Bersandar
seakan aku orang yang dibutuhkan. Mengusap air mataku saat ia melompat keluar
dan berebut untuk berjatuhan. Menyiratkan kalau kau akan merubahnya menjadi
sebuah lukisan senyuman yang abadi.
Kemudian
mereka memotret kita, dan berkata; kami akan menyiapkan gerakan bersama agar
kau bisa cepat menghapus semua yang pernah terjadi dan kalian akan membuat hari
kalian berdua sendiri dengan cinta. Aku dan kamu tersenyum mencoba menepis
semua lelucon mereka, namun jujur, tidak dipungkiri dalam hati aku mengaminkan
itu.
Mungkinkah
aku akan miliki cinta seperti ini? Aku tidak ingin kembali terjatuh, sebagaimana
aku sebelumnya. Aku ingin indah itu selalu ada seperti ini. Tidak terhapus oleh
hal-hal yang membuat semuanya cepat berubah. Berjanjilah seakan kita terus
merasakan jatuh cinta, bukan mencintai.
Bagiku,
hal yang membuat sepasang kekasih berpisah adalah karena mereka saling
mencintai, bukan saling jatuh cinta. Percaya atau tidak, ketika kita mencintai,
kita terlalu membuka jalan untuk membuat sakit datang. Sedangkan jatuh cinta,
ia selalu hadir dan membuat semuanya seakan indah tak terbagi. Lagipula, aku tidak
pernah mendengar jika jatuh cinta itu menyakitkan. Tapi justru, ia membuat
mereka mabuk dalam perasaan.
Entah
ada angin apa kabar burung menghembuskan hal yang lain padaku. Senyuman dan
tingkah laku yang malu-malu itu semakin membuat aku bingung. Apa yang
sebenarnya terjadi? Secarik kertas dia berikan padaku, ketika aku hendak
membukanya, mengapa harus kau yang tidak rela? Yang lebih aneh justru ekspresi
wajahmu yang jauh dari kata sama. Ada apa? Mengapa mereka mengatakan hal itu?
Itu tanyaku.
Sanjungan
darimu, dan candaan yang aneh itu semakin menggenapkan tanya. Benarkah kata
mereka tentang perasaanmu? Sejenak aku menerka-nerka semua. Rasa itu mulai
muncul juga padaku. Sungguh, aku masih akan tetap mencari hal yang sebenarnya
terjadi.
Tiba-tiba,
kau duduk di sampingku. Mencoba tenang dan berusaha saling bercerita. Aku
sangat terkejut dengan usahamu. Dari A sampai Z kita berbicara, tetap saja aku
menyimpan tanya.
Di hari
yang sama dan waktu yang berbeda. Aku kembali terkejut. Ejekan mereka semakin
keras, dan kata itu semakin santer menabrak telingaku. Anehnya, mengapa kau
hanya tersenyum? Apakah benar kata mereka tentangmu kepadaku? Aku tidak ingin
cepat berspekulasi. Semuanya butuh proses yang akurat. Aku tidak ingin ini
menjadi sebuah permainan semata.
Seorang
secret admirer, terkadang selalu penuh tanya. Dengan melihat orang yang dia
suka saja mereka selalu tersenyum. Selalu tau hal-hal apa saja yang orang dia
suka sering lakukan. Apa yang membuat mereka seperti itu? Apakah itu cinta yang
sesungguhnya? Aku tidak tau. Sama seperti aku tidak tau benarkah rasamu itu.
In
Kisah Inspiratif,
Wajib Dicontoh
Meja Telepon Ibu : Sebuah Saksi Perjalanan Meraih Mimpi Mahasiswi Teknik Nuklir
Meja Telepon Ibu
Siti
Horiah
Mahasiswa Universitas Gadjah Mada Program
Studi Teknik Nuklir 2012
Disudut
ruang tamu kami, yang luasnya tidak lebih dari 4m2 itu terletak sebuah meja
kecil berwarna hitam. Meja itu adalah sebuah meja telepon rumah yang sudah
beralih fungsi sebagai meja belajarku. Meja itu adalah satu-satunya meja yang
ada di rumah kami, meja yang sampai saat ini masih dibiarkan ibuku tetap
berdiri tegak dan masih tetap berada dirumah kami dengan sebuah alasan yang tak
aku ketahui.
Beginilah
kondisi rumah kami setelah peristiwa kebangkrutan usaha ayahku. Demi menyambung
nyawa keluarga kami, ibu rela menjual barang-barang berharga yanga ada di rumah
kami pada tetangga sekitar. Ibuku tidak tahu lagi harus berbuat apa, dan tidak
tahu lagi bagaimana caranya mendapatkan uang untuk membeli beras. Beliau
menjual satu persatu barang-barang berharga kami, setiap kali datang waktu
makan. Mulai dari beberapa pakaian ibuku yang paling beliau suka, alat-alat
dapur seperti gelas, piring, panci, dispenser, bahkan sendok dan garpu pun ikut
habis terjual.
Ayahku
tidak dapat berbuat banyak setelah peristiwa kebangkrutan usahanya. Beliau
hanya mampu menjadi kuli dipasar tradisional di kota kami. Upah yang dia terima
tidak mampu menutupi kebutuhan keluarga besar kami.
***
Suatu
siang, aku melihat adikku Rafi menangis sambil menghampiri ibu yang sedang
duduk lemas menonton tv tanpa antena itu. Aku memperhatikan gerak-gerik ibu
yang kepanikan, beliau tidak ingin membiarkan Rafi adikku menangis terlalu
lama.
“ibu,
ibu aku lapar!” jerit Rafi.
Ibu
yang tak bisa berkata apa-apa langsung pergi menuju dapur, mengambil beberapa
piring. Aku pun terus memperhatikan gerak-gerik ibu. Aku heran apa yang akan
ibu lakukan dengan kelima buah piring itu. Sempat aku berpikir kalau ibu akan
mengambilkan nasi untuk Rafi, namun aku teringat kalau dari kemarin aku belum
memasak nasi untuk keluarga kami. Dengan masih tetap memperhatikannya dari
balik pintu, aku melihat air mata ibuku jatuh berlinang membasahi pipinya yang
pucat, namun dengan cepat beliau langsung menghapusnya takut-takut kalau air
matanya akan terlihat olehku. Aku pura-pura tidak sadar dengan apa yang ibu
lakukan didapur, aku menyibukan diriku dengan menggendong dan menimang Rafi
agar dia tidak menangis.
Kubiarkan
ibu dengan kesibukannya, kulihat beliau keluar rumah dengan kelima piringnya
itu. Tak beberapa lama kemudian beliau kembali dengan uang ribuan yang lusuh
sebanyak lima lembar. Aku terheran-heran atas apa yang ibu lakukan. Ibu
langsung menyuruhku pergi kewarung membeli setengah liter beras, dan satu butir
telur. Tanpa berpikir panjang aku pun langsung pergi menuruti perintah ibu.
Aku
kembali dengan apa yang ibu minta dan ibu langsung menyuruhku memasaknya. Ibu
menyuruhku membuat telur dadar dengan mencampurkan telur itu dengan terigu,
agar satu telur itu menjadi besar dan cukup untuk dimakan oleh kami
bersembilan. Aku menarik napas dalam-dalam, air mataku pun tak kuat dibendung,
menetes jatuh. Aku tak kuat menahan ini semua, bagaimana tidak, setiap harinya kami
hanya makan satu kali sehari. Berbagi setengah liter nasi untuk sembilan orang,
satu butir telur saja harus dibagi sembilan, sering kamipun membagi 2 bungkus
mie instans untuk sembilan orang. Terkadang ayah memilih pergi dari rumah saat
tiba waktu makan, beliau pergi sambil menitip pesan padaku agar jatah
makanannya diberikan pada adik-adikku saja.
Ibu
sangat sayang pada kami, beliau tidak pernah membagi penderitaanya pada kami
semua. Selagi ayah menjadi kuli dipasar, ibu selalu menggantikan peran ayah. Ibu
tak pernah terlihat sedih dengan penderitaanya. Ibu rela berkorban demi kami
semua. Ibu rela menjual tempat tidurnya dan memilih tidur dilantai dengan
beralaskan kasur yang tipis saja.
Hampir
seluruh barang berharga dirumah kami terpaksa beliau jual, demi menutupi
pendapatan ayah yang besarnya tak kurang dari sepuluh ribu rupiah. Hanya satu
buah meja telepon yang ibu sisakan diruang tamu kami. Aku heran kenapa ibu
tidak pernah mau menjual meja tersebut, beliau lebih memilih menjual beberapa
pakaiannya ketimbang menjual meja tersebut. Sampai pada saatnya aku tak sanggup
melihat pakaian terbaik ibu harus ikut terjual, akupun menawarkan meja telepon
itu untuk dijual pada ibu. Namun ibu menolak dengan kata-kata yang membuatku
menangis sendiri.
“Selapar
apapun kita nanti, ibu tidak akan menjual tempat yang kau gunakan untuk
mengantungkan cita-citamu itu nak, pakailah terus meja itu.” Ungkapnya sambil
pergi kerumah tetangga untuk menjual baju terbaiknya selama ini, demi sepiring
nasi untuk keenam adikku.
Aku
lemas mendengarnya, jadi selama ini ibu tidak mau menjualnya hanya karena aku
sering memakai meja yang panjangnya tidak lebih dari 30 cm itu untuk belajar.
Aku tersadar selama ini aku memang selalu menggunakan meja itu untuk belajar
karena itu adalah satu-satunya meja yang ada dirumah kami.
Itulah
kondisi yang selama ini aku alami, tak ada yang bisa aku lakukan banyak ketika
itu. Saat itu kondisinya aku sedang duduk dikelas tiga. Ditengah kondisi
seperti ini aku harus tetap berjuang untuk bisa lulus SMA. Setiap malam aku
bangun untuk belajar dan mengerjakan tugas, aku menggunakan meja telepon itu
sebagai alasku belajar. Terbayang betapa menderitanya belajar di atas meja yang
luasnya lebih kecil dari luas buku tulisku. Namun tidak ada pilihan lain
bagiku, aku tak mampu menunduk lama untuk belajar bila memilih belajar diatas
lantai yang dingin. Meja itu adalah teman terbaik bagiku. Dia selalu menemaniku
dimalam hari disaat semua orang terlelap, aku harus bangun untuk belajar. Semua
itu aku lakukan karena aku tidak memiliki waktu disiang hari untuk belajar.
Benar
kata ibuku meja itu adalah tempat aku menggantungkan semua cita-citaku. Tempat
aku memulai perubahan pada hidup keluargaku. Ibuku berharap besar padaku,
karena aku adalah anak pertama. Jadi setelah aku lulus SMA nanti aku bisa
langsung bekerja, dan ibu optimis terhadap diriku kalau aku nanti akan
mendapatkan pekerjaan yang layak. Karena ibu tahu aku termasuk murid yang
berprestasi disekolah.
Tanpa
disadari aku memang menyayangi meja kecil hitam itu, meja itu selalu aku
bersihkan setiap harinya, walaupun meja itu kecil dan sempit tapi aku masih
bersyukur bisa tetap menulis diatas meja. Meja itu adalah satu-satunya tempat
aku berbagi rahasia, tempat aku mengukir sebuah mimpi. Hanya meja itu yang
menjadi saksi kalau aku memiliki sebuah mimpi yang selama ini aku rahasiakan
dari dunia.
Aku
punya sebuah mimpi yang benar-benar tidak bisa aku ungkapkan pada siapapun. Aku
takut kalau mimpiku yang satu ini kuberitahu pada orang tuaku itu akan menjadi
beban padanya, kalau aku beritahu pada teman-teman atau orang banyak aku takut
mimpiku yang ini akan ditertawakan mereka. Jadi selama ini hanya meja kecil ini
yang bersaksi kalau aku sering mengukir sebuah nama Universitas yang aku
impikan pada catatan sekolahku. Ya, mimpiku yang tidak dapat aku beritahukan
kepada siapa pun termasuk orang tuaku sendiri adalah duduk di bangku KULIAH.
Sebenarnya
setiap kali orang tuaku membahas tentang pekerjaan yang nantinya aku lakoni
setelah lulus SMA, hati kecilku menangis merintih tak terdengar siapapun.
“ayah,
mama, aku gak mau kerja aku mau kuliah kaya temen-temen, aku mau masuk UGM aku
mau ke Jogja, aku gak bisa KERJA!” jerit hati kecil ini.
***
Saat-saat
seperti ini semua teman-temanku sibuk mencari tempat bimbel yang terbaik dikota
kami, sebagai salah satu persiapan sebelum menghadapi SNMPTN. Bagi seorang Siti
Horiah jangankan mengikuti program bimbel, buku paduan SNMPTN saja tak punya.
Aku tak pernah memiliki niat untuk membeli buku SNMPTN yang harganya selangit
itu. Untuk makan adik-adiku saja setiap subhu aku dan ibu masih harus keliling
pasar untuk menjajakan kue cucur buatan ibuku. Bagaimana aku mau menabung, uang
jajan yang ibu berikan itu hanya sebesar tiga ribu rupiah saja, itupun hanya
cukup untuk ongkos naik angkutan umum. Kalau kue kami tidak terjual satupun itu
berarti aku harus berjalan kaki sejauh 3 km untuk sekolah. Aku tak sanggup
meminta uang sepeserpun unutuk membeli buku SNMPTN pada ayahku yang menjadi
kuli dipasar, apalagi berkata pada ayah kalau aku ingin kuliah ke JOGJA.
Sudahlah bagiku kuliah adalah mimpi-mimpi basi seorang siswa SMA kelas 3
seperti aku ini.
Itulah
sebabnya aku menyembunyikan mimpi besar hidupku ini dari orang banyak. Bagiku
mimpi ini hanya akan menjadi pisau kecil bagi keluarga kami. Mimpi yang akan
menusuk dan mengiris perasaan kedua orang tuaku. Tak pernah sekalipun aku
berniat untuk mengkhayal menduduki bangku kuliah. Aku takut kalau kedua orang
tuaku tahu tentang mimpi ini, mereka pasti akan merasa kalau mereka bukan orang
tua yang baik, orang tua yang tidak bisa membahagiakan anak-anaknya. Biarlah
mimpiku yang ini hanya aku, meja kecil itu dan Tuhan yang tahu.
***
Sahabatku
Ana selalu ada untukku, memberika support. Cita-citanya menjadi dokter membuat
aku tersenyum miris sendiri. Aku selalu berpikir kenapa aku tidak seberani
dirinya bermimpi dan bercita-cita. Namun aku sadar aku tidak seperti dirinya,
aku bukan anak siapa-siapa yang boleh bermimpi setinggi itu. Kalau kata adikku
yang pertama “MIMPI ITU MAHAL KAK!” buat bermimpi saja itu sulit apa lagi
merealisasikannya pada kenyataan. Sesulit itukah bermimpi pikirku kalau mimpi
saja dianalogikan dan disamakan dengan kata mahal. Kata-kata yang membuat
keluarga miskin seperti kami gempar mendengarnya. Kata mahal itu bagi kami
berarti mustahil dijangkau. Maklumlah, bagi keluarga miskin seperti kami harga
sebutir telur naik seratus rupiah pun sudah membuat kepala ayahku sakit.
Saat
aku berkunjung kerumah Ana, orang tuanya memberikanku uang sebesar seratus ribu
rupiah. Tanganku gemetar menerimanya. Orang tua Ana memberikan uang itu untuk
aku gunakan sebagai ongkos pulang kerumah, yang pada kenyataannya ongkos yang
aku gunakan hanya empat ribu rupiah. Setelah kuputuskan sisa uang tersebut
kuberanikan saja untuk kubelikan sebuah buku SNMPTN bekas dipasar. Agar
harganya tidak mahal dan aku dapat memberikan sisa uangnya pada ibuku. Aku
sangat senang sekali saat itu, aku berpikir walaupun aku tak ada niat untuk
kuliah namun apa salahnya kalau aku juga ikut menimba ilmu seperti
teman-temanku.
***
“Kamu
mau kuliah?” sahut ayahku didepan ibu dan adik-adiku.
Aku
kaget bukan main terhadap pertanyaan itu, dari mana ayah tahu mimpi yang aku
sembunyikan dari dunia itu, mimpi yang tidak pernah terucap oleh lidahku
sendiri walau dalam doa di sholatku, mimpi yang hanya ikut mengalir bersama air
mata sebelum tidurku, mimpi yang bahkan akupun sendiri malu bercerita pada
Tuhan. Ternyata ayah menyadari hal itu semua karena buku SNMPTN yang baru aku
beli kemarin ku letakan diatas meja kecil hitam itu. Ibuku yang hanya lulusan
SD menggeleng-gelengkan kepala mendengar ucapan ayah. Ibu marah mendengar hal
itu, ibu menyuruhku mengubur mimpi tersebut, ibu takut kalau nantinya aku
stress karena mimpiku yang ini tidak akan pernah terwujud. Aku tertunduk
menangis, adik-adiku iba melihat kearahku. Ayah menenangkanku tersenyum padaku,
ayah berkata padaku agar aku belajar yang baik dan mencari tempat kuliah yang
aku inginkan. Ayah berkata kalau beliau akan berusaha mati-matian agar aku bisa
kuliah. Aku tersenyum melihat ayah yang bijak berkata seperti itu, entahlah aku
sempat berpikir kalau ayah hanya ingin menenangkan diriku saja.
***
Suatu
sore saat aku sedang menyapu halaman rumah, seorang ibu yang sebaya dengan
ibuku menegurku.
“kamu
mau kuliah yah neng?”. Tegurnya sambil tertawa kecil.
Aku
kaget dibuatnya, Ibu itu berkata kalau kemarin ibuku bercerita pada dirinya
bahwa aku merengek meminta meneruskan sekolah. Ibu itu menasihati diriku, dia
berkata padaku kalau kita sebagai orang susah jangan ‘kebanyakan tingkah’, aku
sebagi anak pertama jangan menyusahkan kedua orangtua dengan merengek-rengek
minta kuliah. Kuliah itu mahal katanya, upah ayahmu itu tidak cukup untuk makan
dua kali sehari, apalagi untuk biaya kuliah. Kasihan adikmu ada banyak mau
makan apa mereka.
Hatiku
bergetar, ingin rasanya aku membentaknya. Namun aku hanya mampu membalas
perkataannya dengan senyum termanis yang aku miliki.
Keesokan
harinya ibuku bercerita, kalau teman-teman ayahku dipasar itu mengolok-olok ayahku
karena ayahku bercerita pada mereka kalau aku ingin kuliah. Mereka berkata pada
ayahku kalau tidak akan ada universitas yang mau menerima orang miskin seperti
aku ini.
Aku
berlari menuju meja kecil hitam di ruang tamuku, ku buka buku catatanku yang
pernah kutulisi tulisan grafiti nama sebuah universitas impianku. Kurobek dan
kulempar bukunya, aku marah saat itu. Karena orang yang paling aku sayang itu
dihina oleh orang lain, dicaci maki. Aku tersadar kalau itu semua karena mimpi
‘konyolku’ berkuliah. Itulah sebabnya selama ini aku malu dan memutuskan untuk
menguburkan niat dan impianku berkuliah sedalam-dalamnya. Sudah kukira akan
berakhir dengan penghinaan kedua orangtuaku seperti ini. Aku kesal, orang tuaku
dihina seperti itu. Aku malu karena itu semua adalah ulah dari mimpi tidur
indahku.
***
Keesokan
harinya disekolah teman-temanku bersorak dan memanggilku.
“Selamat
yah sit, lu masuk daftar undangan SNMPTN tuh!” ucap Lidia
Jantungku
bergetar, aku tak percaya kalau namaku bisa masuk dalam jajaran murid-murid
pintar yang bisa mengikuti SNMPTN undangan. Aku pun girang bukan main, ku
hampiri guru bimbingan konselingku. Aku menceritakan masalah keluargaku selama
ini, awalnya aku tak mau bercerita namun karena mimpiku berkuliah saat ini
sudah ada di depan pelupuk mata. Maka akupun memutuskan untuk menceritakan
semuanya agar aku mendapatkan jalan keluar yang terbaik.
Guruku
itu langsung memeluk tubuhku yang kaku, dia memiliki impian besar terhadap
diriku. Dia mencarikan solusi untuk masalahku ini dengan menawarkan beasiswa
BIDIKMISI. Tanpa berpikir panjang aku menyetuji ajakannya. Aku pulang kerumah
dan menyiapkan berkas-berkas yang ada, saat itu aku merasa bersyukur sekali
karena impianku yang kurasa buruk itu akan segera terwujud. Aku sengaja tidak
memberitahu informasi ini pada kedua orangtuaku, aku ingin membuat semua ini
menjadi kejutan bagi mereka.
Segala
macam persyaratan pendaftaran SNMPTN itu pun telah dipenuhi, aku memutuskan
untuk memilih UNIVERSITAS GADJAH MADA dan prodi TEKNIK NUKLIR pada pilihan pertama.
Entahlah dengan hanya bermodal menyukai kimia dan fisika. Maka aku putuskan
untuk memilih program studi ini. Besar harapanku untuk diterima. Setelah
semuanya selesai , baru ku beritahu ayah dan mama. Mereka sangat senang karena
beasiswa Bidik Misi ini mereka berdua tidak perlu mengeluarkan uang sampai aku
lulus nanti. Kedua orang tuaku pun senang dengan pilihan program studi yang aku
pilih itu. Semuanya tinggal ku pasrahkan pada Tuhan. Kalau memang rezeki aku
pasti akan mendaptkannya pesan ayah padaku yang selalu ku ingat.Aku senang dan
aku ingin membuktikan pada semua orang yang telah menghina mimpiku.Aku ingin
membuktikan kalau impianku ini akan segera terwujud.
***
Dua
bulan lamanya aku menunggu pengumuman, selama itu aku mempersiapkan diriku untuk
bisa mengikuti SNMPTN tulis, aku belajar sedikit demi sedikit dari buku
soal-soal SNMPTN yang aku miliki. Semangatku berkuliah setiap harinya semakin
kencang. Ditengah-tengah semangatku ini, masih saja ada tetangga yang
mengolok-olok mimpiku. Ada tetangga yang berkata pada ibuku seperti ini.
“Hati-hati
bu, itu anaknya bukan mau kuliah tapi mau jual diri.” Ucapnya sinis
Ingin
rasanya aku menampar orang yang berbicara seperti itu pada ibuku, tapi ibuku
menyadarkanku kalau ucapan mereka adalah batu loncatan bagi prestasiku. Aku
harus tetap rajin belajar dan membuktikan pada dunia kalau mimpiku itu akan
mengubah dunia menjadi lebih baik.
***
Semua
hinaan, cacian maki tetangga-tetangga sampai saudara-saudara terdekat kami
kemarin terhadap mimpi besarku, kini lenyap sudah. Air mata kedua orang tuaku
kini warnanya berubah sebening permata, keringatnya yang bercucuran itu menjadi
keringat kebanggaan mereka terhadapku, simpulan senyum guru-guruku mengguratkan
harapan besar padaku. Ya, aku diterima di Universitas kerakyatan yang menjadi
kebanggaan negara ini. Universitas bergengsi dan nomor satu terbaik di Negri
ini. Gadjah Mada namanya, di sana namaku tertera di Teknik Nuklir. Program
studi sarjana Nuklir satu-satunya di ASEAN dan memiliki lulusan terbaik
se-Asia.
Aku
tak bisa berkata apa-apa, melihat kebahagiaan kedua orang tuaku. Melihat
mimpiku yang kini menjadi nyata, mimpi yang tak pernah berani aku ungkapkan
pada dunia. Mimpi yang tak seharusnya aku tutupi dari orang lain. Sekarang aku
sadar kalau semua itu memang berasal dari mimpi. Mimpi yang bukan hanya sekedar
mimpi, mimpi yang harus segera diwujudkan, bukan dibiarkan tetap tidur bersama
angan-angan semata. Aku pun tersadar sekarang kalau tak ada satupun hal yang
mustahil dalam hidup ini, aku masih memiliki Allah. Tuhanku yang tak pernah
tidur, yang selalu mau mendengarkan mimpi kecil kita. Aku tak akan
menyia-nyiakan amanat besarmu ini Tuhan. Aku tersenyum mengingat semua
pengorbanan aku dan kedua orangtuaku demi mimpi manis ini kemarin. Terimakasih
meja kecilku yang setia menemaniku merogoh mimpi ini. Terimakasih Tuhan
mengijinkanku merajut asa ini untuk meraih impian.
Pagi
ini aku kembali membuka blog lamaku. Melihat-lihat catatan usang yang pernah
akuketik. Semuanya terlihat lucu. Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya ada di
otakku waktu itu. Selalu ada hal yang aku selipkan, tentang kunci yang
akumiliki. Percaya atau tidak, di dua blog itu ada hal tentangmu. Carilah, dan
baca satu persatu sampai ke awal aku menulis. Kauakan tahu jika hadirmu selalu
menjadi titahku untuk merangkai, sejak hadirmu di hariku.
Adakah tentangku dalam hadirmu?
Jawab
jika memang ada.
Kita duduk menghadap layar
besar beserta gambar dan suara gaduhnya
Dengan tatapan kosong aku mulai
melamun
Berharap kata itu mulai terucap
Walau nyatanya tidak sama
sekali
Ini lebih sulit dari mengkritik;
pikirku
Seketika aku mulai mengumpulkan
keberanian
Memegang tanganmu dan tidak
berkata apapun
Mendekatkan telapak tanganmu di
wajahku
Berusaha kuat dalam pejaman
mata
Aku tidak akan bisa untuk mudah
mengatakan
Yang akubisa hanya mengetiknya
Dan menunjukkan padamu; sama
seperti waktu itu
Usapan lembut tanganmu saja
cukup membuat akutenang
Tanpa berbicara
Sekalipun banyak kata yang
ingin aku keluarkan
Aku tidak ingin melewatkan hal
langka ini
Bertemu dan saling memandangi
Seraya berkata dalam hati; aku
selalu mencintaimu
*****
Uno Aprile